Hukumonline.com – Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan yang diajukan oleh Pierre Cardin asal Prancis terhadap pengusaha lokal, Alexander Satryo Wibowo. MA mengakui bahwa merek Pierre Cardin merupakan milik Alexander. Majelis Hakim Agung yang memeriksa dan mengadili perkara ini adalah hakim agung Mahdi Soroinda. Sedangkan yang duduk sebagai anggota majelis yaitu Hakim Agung Nurul Elmiyah dan Hakim Agung Hamdi.
“Menyatakan menolak gugatan Penggugat (Pierre Cardin) tersebut atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima,” berikut kutipan putusan yang terdapat dalam laman Mahkamah Agung, Selasa (6/9).
Majelis menolak gugatan yang diajukan oleh Pierre Cardin Prancis. Hal tersebut lantaran Pierre Cardin lokal sudah dahulu mendaftarkan mereknya terlebih dahulu pada 29 Juli 1977. “Tergugat memiliki pembeda dengan selalu mencantumkan kata-kata ‘Produc by PT Gudang Rejeki’. Sehingga dengan demikian menguatkan dasar pemikiran bahwa merek tersebut tidak mendompleng ketenaran dari merek lain,” ucap Majelis.
Selain itu, dalam pertimbangannya hakim juga menyatakan bahwa gugatan yang diajukan oleh Pierre Cardin Prancis sudah daluarsa, di mana batas daluarsa untuk diajukannya gugatan mengenai merek adalah 5 tahun. Pierre Cardin lokal mendaftarkan merek pada tahun 2010, sedangkan Pierre Cardin Prancis pada 2015.
Hal tersebut dianggap sebagai pembeda oleh Majelis Hakim. Namun, terdapat majelis hakim yang berpendapat bahwa Pierre Cardin dari Prancis merupakan merek dagang yang sudah terkenal di berbagai negara. Tanpa harus membuktikan adanya iktikad baik, etika, moral maka seharusnya pendaftaran merek Piere Cardin milik tergugat tidak dapat dibenarkan. Putusan diakhiri dengan voting, hingga majelis berkesimpulan menolak seluruh gugatan yang dilayangkan oleh Pierre Cardin Prancis.
Untuk diketahui, Piere Cardin yang berasal dari Prancis mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Diwakili oleh kuasa hukumnya Ludiyanto, Pierre Cardin Prancis menggugat Alexander karena menggunakan merek yang sama. Ludianto mendalilkan bahwa kliennya merupakan desainer dunia yang memulai sejak tahun 1950. Kemudian, pada tahun 1954 membuat pakaian wanita dan women ready to wear untuk Departemen Store Printemps pada tahun 1959.
Kemudian, Pierre Cardin melakukan expansi pasar dengan melakukan tur ke Jepang dan merancang busana untuk Pakistan International Airlines. Pihaknya juga mendapatkan award, yaitu Superstar Award dari Fashion Group International selama enam dekade.
Pierre Cardin Prancis mendapaftarkan merek di Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM dengan nomor Merek IDM000192198 pada tahun 2009, kemudian diperpanjang pada tahun 2014. Selain di Indonesia, Pierre Cardin mendaftarkan mereknya di negara seperti Australia, Brasil, Hongkong, Jepang, Denmark, Korea, Italia, Malaysia, Amerika Serikat, Prancis, dan Singapura.
Sebelumnya, Mahkamah Agung juga pernah memutus mengenai merek terkenal IKEA dengan merek IKEA lokal. Lagi-lagi, MA memenangkan merek lokal karena unsur pendaftaran. Dalam putusan bernomor 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015, itu MA menyatakan bahwa Judex Facti oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah tepat dan benar serta tidak salah menerapkan hukum. Dengan alasan bahwa merek yang tidak digunakan oleh pemiliknya salama 3 tahun berturut-turut dapat dihapus dari Daftar Umum Merek.
MA menyatakan, sesuai dengan ketentuan Pasal 61 ayat (2) huruf a UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek, maka merek yang tidak digunakan oleh pemiliknya selama 3 tahun berturut-turut dapat dihapus dari Daftar Umum Merek. Hal mana telah terbukti adanya dalam perkara ini, yaitu bahwa sesuai hasil pemeriksaan terbukti merek dagang IKEA untuk kelas barang/jasa 21 dan 20 terdaftar atas nama tergugat masing-masing telah tidak digunakan oleh tergugat selama tiga tahun beruturut-turut sejak merek dagang tersebut terdaftar pada turut tergugat.
(Kongres Advokat Indonesia)