KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) terus mendorong industri perbankan untuk memitigasi risiko hukum supaya reputasi dan kepercayaan nasabah dapat terjaga.
Ketua & Direktur Eksekutif LAPSPI Himawan E. Subiantoro mengatakan, sejak Januari 2016 hingga18 April 2018, total kasus yang masuk ke lembaga ini mencapai 99 kasus atau dalam rata-rata satu bulan dapat menyelesaikan 4 kasus.
“Memang bukan angka yang besar, tetapi sesuai dengan usianya yang masih sangat muda, jumlah kasus mediasi yang sudah dapat diselesaikan dapat membuktikan bahwa fungsi LAPSPI telah sesuai dengan amanat POJK Nomor 1/2014,” kata Himawan dalam keterangan resminya, Senin (30/4)
Sekitar 90% mediasi yang dilaksanakan dapat menghasilkan kesepakatan perdamaian. Sementara sisanya 10% menghasilkan kesepakatan sebagian dan ketidaksepakatan.
Dari data tersebut LAPSPI mengklaim secara mayoritas sengketa perbankan dapat diselesaikan dengan cara yang lebih “subtle” dan sesuai dengan budaya bangsa, serta tidak perlu gaduh di media konvensional maupun online.
Dengan demikian, lanjut Himawan, menyelesaikan sengketa di LAPSPI memiliki 2 manfaat bagi industri perbankan yaitu dapat meng-efisienkan pengelolaan risiko hukum dan mereduksi risiko reputasi.
Dalam usianya yang menginjak tahun ketiga, LAPSPI telah mencoba untuk terus memerankan fungsinya sebagai forum alternatif penyelesaian sengketa perbankan. Sebagai forum penyelesai sengketa, lembaga ini bersifat sebagai quasi peradilan.
Oleh karena itu, menjadi penting untuk dapat menjalankan proses beracaranya sebagai layaknya proses hukum formil yang berlaku tetapi harus lebih cepat dan efisien.
“Tak hanya itu setiap kesepakatan atau keputusan yang diambil harus dapat mencerminkan rasa keadilan dan kepatutan, tidak hanya bagi nasabah tetapi juga bagi industri perbankan,” katanya.
Hinawan mengatakan, sebelum adanya LAPSPI, sengketa hukum kebanyakan diselesaikan melalui pengadilan.
Biaya penyelesaian sengketa perbankan di pengadilan memang murah karena seluruh sumber daya manusia yang mengelola pengadilan dibayar oleh negara. Namun proses penyelesaian sengketa disana memerlukan waktu yang lama dan berjenjang dari Pengadilan Negeri – Pengadilan Tinggi – Mahkamah Agung – Pengadilan Kasasi.
“Dari tahapan yang panjang tersebut, akan diperlukan biaya beracara yang lebih besar dan sulit diukur di depan, sehingga biaya pencadangan risiko hukum-pun menjadi besar dan mengakibatkan bank menjadi in-efisien, baik dari segi biaya, pikiran dan tenaga yang dialokasikan ke tim litigasi perbankan,” katanya.
Himawan mengemukakan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase LAPSPI hanya ada 1 tingkat saja dan jangka waktu penyelesaiannya juga maksimal hanya 180 hari. Putusan Arbitrase LAPSPI final and binding.
Tak hanya itu, LAPSPI telah memiliki kombinasi arbiter yang memadai, karena kami memiliki tiga anggota mantan Hakim Agung, enam Guru Besar / Doktor Ilmu Hukum Bisnis Perbankan, sembilan mantan bankir senior, tiga Arbiter BANI, dan dua lawyer.Dengan demikian, dari segi perspektif kasus perbankan, kombinasi arbiter LAPSPI akan dapat menarik minat perbankan dan nasabah dalam menyelesaikan sengketanya.
LAPSPI juga memiliki tenaga mediator yang mayoritas mantan bankir. Mediator LAPSPI telah lulus sertifikat mediasi yang diadakan oleh OJK Institute dan mereka telah berpraktek memfasilitasi sengketa nasabah dengan bank.
Baca Juga : Berakhir Damai, Proses Hukum Orangtua Cekcok di MKG Tetap Berjalan
[…] Baca Juga : LAPSPI tangani 99 sengketa perbankan […]