pikiran-rakyat.com — MEMPERJUANGKAN kebebasan bagi orang-orang tertentu ternyata tidak mudah. Terkadang ada jeda hingga bertahun-tahun lamanya untuk dilewati agar bisa merasakannya. Keadaan ini dialami pasanagan suami istri Hendra Ginanjar dan Liliana Halim. Mereka harus merasakan pahit getirnya memperjuangkan kebebasan dari penjara.
Suami istri ini begitu gigih untuk memperjuangkan kebebasan hidup bebas di luar penjara karena mereka berdua merasa yakin bahwa berada dalam kebenaran. Berbekal keyakinan itu, mereka berdua terus berjuang dan menangkis segala tuntutan dan dakwaan jaksa penuntut umum.
Perjuangan mereka memang tidak mudah. Pada 2015, pasangan suami istri itu harus merasakan masa–masa sulit sehingga harus ditahan di rutan atas vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Bale Bandung, kemudian melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat, lalu melakukan kasasi ke Mahkamah Agung hingga berakhir di putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung pada tahun 2018.
Meski awal perjuangan pahit dan lama berlangsung bertahun-tahun, namun pada akhirnya suami istri itu mendapatkan kado manis di akhir perjuangannya. Pada putusan PK Mahkamah Agung, hakim MA yang diketuai Syarifuddin mengabulkan PK suami istri tersebut.
Dalam putusan tersebut juga hakim membatalkan putusan kasasi No. 1653 K/PID/2015 tanggal 29 Februari 2016 yang membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 205/Pid/2015/PT.BDG tanggal 8 September 2015 yang membatalkan putusan pengadilan negeri Bale Bandung no. 279/PID.B/2015/PN.Blb tanggal 2 Juli 2015.
Suami istri itu juga oleh hakim dinyatakan lepas dari tuntutan hukum, dan harus dipulihkan hak dan martabat keduanya. Dan yang paling menggembirakan dari putusan itu, keduanya harus segera dibebaskan (dikeluarkan) dari penjara.
“Kami merasa gembira dan antusias atas putusan ini, menandakan putusan ini telah memberi keadilan terhadap klien kami,” ujar penasihat hukum mereka, Ari Purnama Sidik, Minggu 22 April 2018.
Awal mula masalah
Ari menjelaskan, sejak awal tim penasihat meyakini bahwa klien mereka tidak bersalah. Apa yang dilakukan klien mereka sebagai pengusaha gorden awalnya hanya utang piutang dengan sesama pengusaha gorden bernama Tedi alias Cintek.
Saat itu, Tedi uang hingga mencapai Rp 14 miliar kepada Liliana untuk menjalankan bisnisnya. Namun, dalam perjalanannya, Tedi pun mengaku sedang kesulitan keuangan untuk membayar utangnya kepada Liliana dan Hendra.
Karena hubungan antara Tedi dengan Liliana dan Hendra ini merupakan sesama pengusaha gorden, Tedi kemudian menawarkan kepada Liliana dan Hendra memberikan toleransi kepadanya tidak membayar utangnya dalam bentuk uang tunai melainkan melalui barang, yakni gorden milik Tedi. Kesepakatan kedua belah pihak pun terjadi.
Atas dasar kesepakatan itu, pada 15 April hingga 19 Mei 2014 klien kami menerima barang-barang berupa kain gorden. Kain gorden ini pun sebelumnya sudah ditentukan untuk diserahkan oleh istri Tedi bernama Maria Minarni kepada klien kami.
Bahkan, lanjut kuasa hukum terdakwa, pengiriman kain gorden dari toko milik Tedi kepada Liliana pun diakui sopir toko milik Tedi sebanyak 38 surat jalan. Bahkan, ada pengambilan kembali oleh pihak Tedi sebanyak dua kali.
Hingga akhirnya, pada 28 Mei 2014, pengacara Tedi mengirimkan surat pemberitahuan kepada Liliana yang intinya menanyakan sisa hutang Tedi kepada Liliana. Namun, sebelum Liliana sempat membalas surat dari pengacara Tedi, tiba-tiba Liliana sudah dilaporkan ke polisin dengan tuduhan pencurian.
Jalan mencari keadilan mulai dilakukan. Meski begitu panjang dan bertahun-tahun lamanya, pada akhirnya keadilan didapatkan dan pasangan Hendra dan Liliana diputus tidak bersalah dan dibuktikan dalam putusan PK Mahkamah Agung No. 2 PK/Pid/2018.
Baca Juga : Itjen Dukung Sikap Tegas Mentan Tindak Importir Nakal
[…] Baca Juga : Setahun Ditahan, Suami-Istri Ini Akhirnya Dibebaskan Mahkamah Agung […]