BANDUNG, bandungkiwari, kumparan.com – Tim Advokasi Jurnalis (TAJI) mengambil langkah hukum atas kejadian perampasan kamera dan pemukulan jurnalis kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung Muhammad Iqbal oleh anggota polisi saat meliput aksi penolakan Rumah Deret di Kantor Wali Kota Bandung, Kamis, 12 April 2018.
Alasannya, jurnalis kampus statusnya setara jurnalis media massa lainnya selama menjalankan tugas – tugas jurnalistik dan kode etik maka memperoleh perlindungan secara hukum.
Menurut juru bicara TAJI, Ari Syahril Ramadhan, penghalangan tugas jurnalistik apalagi melakukan perampasan alat kerja kamera dan pemukulan dianggap sebagai pelanggaran berat kemerdekaan pers.
Padahal, menurut Ari, pada saat dilakukannya intimidasi oleh anggota polisi, Iqbal telah mengaku dan mengeluarkan identitasnya sebagai jurnalis tetapi kameranya tetap dirampas dan dipukul bahkan diminta menghapus gambar.
“Dengan adanya kekerasan ini, berarti tahun ini saja di Bandung sudah ada dua aksi kekerasan terhadap jurnalis. Pertama saat Adi Marseila (jurnalis Suara Pembaruan) yang diseret dan dicoba dipukuli pada saat meliput sidang putusan Buni Yani beberapa waktu lalu, satu lagi kejadian pada Kamis kemarin. Jadi saya rasa aparat kepolisian yang notabene penegak hukum belum mengerti mengenai Undang Undang Pers, belum mengerti bagaimana peran dan posisi jurnalis,” kata Ari di Bandung, Jumat (13/4/2018).
Ari menambahkan, anggota kepolisian mau pun LSM, TNI, aparatur pemerintahan sudah seharusnya mengerti tentang Undang Undang Pers. Karena Undang – undang Pers Nomor 14 diterbitkan sejak tahun 1999, maka sudah sepatutnya dipahami lebih baik dalam pelaksanaannya oleh seluruh kelompok masyarakat.
Sementara itu kuasa hukum Muhammad Iqbal dari TAJI, Hardiansyah, menyebutkan proses pelaporan pemukulan, perampasan kamera dan penghapusan gambar terhadap Mohammad Iqbal diselesaikan dalam waktu cepat. Hardiansyah menyebutkan luka – luka Iqbal akibat pukulan pula telah divisum usai pelaporan.
“Kita menunggu proses hukum dari pihak kepolisian setelahnya baru akan kami laporkan,” kata Hardiansyah.
Hardiansyah mengaku dasar hukum yang akan dipakai nanti dalam kasus ini adalah Undang – undang Pers serta Kitab Undang – undang Hukum Pidana.
Sebelumnya, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suaka UIN Sunan Gunung Djati Bandung menerbitkan pernyataan resmi soal kekerasan yang dialami oleh jurnalisnya. Dalam pernyataan itu, polisi dituding oleh LPM Suaka UIN Sunan Gunung Djati melanggar pasal 100 Undang – undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 351 Kitab Undang – undang Hukum Pidana tentang tindakan Penganiayaan.
Sedangkan pelanggaran lainnya yaitu Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaran Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak dalam Penanggulangan Huru-hara.
Baca Juga : Presiden Rusia: Serangan AS Remehkan Hukum Internasional, Desak Segera Digelar Sidang PBB
[…] Baca Juga : Jurnalis Kampus Dipukul Polisi, TAJI Ambil Langkah Hukum […]