HAMILTON, KOMPAS.com – Ketika beberapa negara dunia mengesahkan pernikahan sesama jenis, Bermuda membuat keputusan mengejutkan dengan mencabutnya.
Pada Mei 2017, Mahkamah Agung Bermuda semula meloloskan hukum yang mengizinkan pernikahan sesama jenis.
Namun, seperti dilansir London Evening Standard Kamis (8/2/2018), undang-undang itu dibatalkan sembilan bulan kemudian.
Rabu (7/2/2018), Gubernur John Rankin menandatangani peraturan yang disahkan Senat serta Dewan Perwakilan Bermuda saat Desember 2017.
Aturan itu muncul setelah mayoritas rakyat Bermuda menolak adanya pernikahan sesama jenis dalam sebuah referendum.
Dengan demikian, pernikahan yang terjadi sejak keputusan itu dibuat dianggap batal demi hukum.
Sebagai gantinya, Rankin mengakui hubungan sesama jenis itu sebagai Domestic Partnership (Tinggal Bersama).
Mereka mempunyai hak yang sama dengan pernikahan heteroseksual. Yakni hak untuk mengambil keputusan kesehatan sesuai kepentingan pasangannya.
Bermuda menjadi negara pertama di dunia yang melegalkan, dan mencabut pernikahan sesama jenis kurang dari setahun.
Menteri Dalam Negeri Walton Brown berkata, undang-undang itu dibuat untuk mengakomodasi dua kubu yang sama-sama berpengaruh di Bermuda.
“Di satu sisi, kami ingin menegaskan bahwa pernikahan adalah penyatuan pria dan wanita,” ujar Brown dalam pernyataan resmi.
Namun, sebagai salah satu teritori Inggris, Bermuda mematuhi hukum Eropa yang mengakui, dan melindungi adanya hubungan sesama jenis.
Hukum baru ini langsung memantik reaksi kontra dari organisasi yang melindungi hak-hak LGBT.
Mereka merasa pemerintah telah melakukan langkah mundur dengan menempatkan mereka sebagai warga “kelas dua”.
“Gubernur Rankin dan Parlemen Bermuda secara memalukan telah membuat Bermuda menjadi negara pertama dunia yang mencabut pernikahan sesama jenis,” ujar Direktur Kampanye HAM, Ty Cobb.
Keluhan juga datang dari pria 64 tahun bernama Joe Gibbons yang menikah ketika hukum awal diberlakukan.
“Saya sangat kecewa. Ini bukan kesetaraan. Padahal, Inggris sudah mengatakannya,” keluh Gibbons dilansir The Guardian.
Baca Juga : Fredrich Yunadi: Ini Negara Kekuasaan, Bukan Negara Hukum