Jakarta, CNN Indonesia — Mantan kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi geram menghadapi sidang perdana perkara dugaan merintangi proses penyidikan perkara korupsi proyek pengadaan e-KTP yang menjerat Setya Novanto.
Fredrich mengatakan, penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran negara sudah tak lagi mengedepankan hukum. Dia menyebut, Indonesia negara kekuasaan.
“Ini (Indonesia) negara kekuasaan, bukan negara hukum,” kata Fredrich saat masuk ke dalam ruang sidang, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (8/2).
Fredrich kini masih mendengarkan surat dakwaan yang dibacakan tim jaksa penuntut umum KPK. Dia sempat memprotes penahanan yang dilakukan KPK. Menurut Fredrich, penahanan yang dilakukan KPK sejak 1 Februari 2018 tak sah.
“Kami sudah menerima surat dakwaan. Di sini penuntut umum menyatakan penahanan perpanjangan. Itu bohong,” tuturnya.
Fredrich sebelumnya juga telah mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, sidang yang telah dibuka pada Senin (5/2) ditunda lantaran KPK tak hadir. Sidang kembali dibuka pada Senin (12/2).
Fredrich bersama dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo ditetapkan sebagai tersangka merintangi penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP. Mereka diduga memanipulasi data medis Setnov agar bisa dirawat untuk menghindari pemeriksaan KPK pada pertengahan November lalu.
Selain itu, Fredrich ditenggarai telah mengondisikan RS Medika Permata Hijau sebelum Setnov mengalami kecelakaan mobil bersama mantan kontributor Metro TV Hilman Mattauch pada 16 November 2017.
Namun, Fredrich membantah melakukan manipulasi data medis terdakwa korupsi proyek pengadaan e-KTP itu. Dia juga membantah memesan satu lantai di RS Medika Permata Hijau untuk merawat Setnov.
Baca Juga : Indonesia Disebut Masih jadi Destinasi Pasar Narkoba