Bukan isu baru, namun tak semua orang berani mengaku ke publik pernah melakukan praktik suap.Aparat penegak hukum persilakan sang advokat untuk melaporkan oknum-oknum tersebut ke pengawas internal institusi masing-masing.
Praktik suap menyuap yang melibatkan aparat penegak hukum (APH) saat menangani sebuah perkara bukanlah isu baru. Buktinya sepanjang tahun 2023, sudah empat hakim agung termasuk sekretaris Mahkamah Agung (MA) dicokok oleh Komisi Pengawas Korupsi (KPK) karena menerima suap.
Tidak hanya melibatkan oknum hakim, kasus-kasus suap biasanya turut melibatkan APH lainnya seperti oknum kepolisian, oknum kejaksaan, dan juga advokat. Dalam menjalankan praktik kotor ini, dibutuhkan koneksi dari empat profesi yang saling bersinggungan, dan dilakukan dengan beragam modus.
Catatan hitam di balik penegakan hukum yang terjadi Indonesia ini diungkap oleh seorang advokat bernama Alvin Lim. Secara gamblang dia membuka tabir gelap hidupnya tatkala membela klien yang tengah berhadapan dengan hukum. Kepada Hukumonline, Alvin mengaku pernah melakukan praktik suap ke semua lembaga penegak hukum atas permintaan kliennya.
“Kalau dulu, tergantung klien. Klien mau di mana, kalau klien mau lurus saja ya kita fight. Kadang-kadang ada klien itu maunya beli putusan, bisa kita urus. Berapa budget-nya kita tanya dulu ke jaksa, hakim, setelah itu kita kasih tahu klien,” kata Alvin blak-blakan.
Alvin menyebut dirinya pernah menangani klien yang ingin perkaranya berhenti di tahap penyidikan. Pada posisi ini, dia kerap menghubungi oknum kepolisian di level tertentu. Tarifnya pun beragam, tergantung pada kasus dan siapa pihak yang berwenang mengusut (Mabes/Polda). Dalam kasus-kasus besar, Alvin mengaku harus membayar Rp500 juta untuk menghentikan perkara.
“Kalau kepolisian, praktik suap terjadi banyak justru di dalam kantor mereka sendiri, bukan di luar. Jadi di dalam kantor, markas mereka, mereka merasa aman kan. Dan siapa juga yang mau grebek di situ, yang bisa grebek polisi kalau polisinya korup siapa? KPK biasanya, tapi KPK pun dari kepolisian,” tutur Alvin.
Tak hanya menghentikan perkara, Alvin mengaku oknum kepolisian bisa diajak bekerjasama dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. Termasuk melakukan rekayasa kasus, mencari pasal, bahkan mengubah kasus perdata menjadi pidana, dan juga sebaliknya.
Namun modus suap akan berbeda jika kasus sudah ditangani pihak kejaksaan. Lumrahnya, kejaksaan akan memberikan kode-kode tertentu kepada kuasa hukum. Advokat biasanya sudah bisa membaca arah pembicaraan oknum jaksa lewat kalimat singkat “Bagaimana Pak? Mau dibantu gak Pak?” saat meminta berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).Adapun seluruh pembicaraan dan kesepakatan akan dibahas di luar pengadilan, seperti membuat janji temu di hotel ataupun restoran.
Dalam pertemuan tersebut, oknum kejaksaan akan menawarkan dua pilihan yakni tetap pada aturan main yang ada yakni adu materi, atau diselesaikan dengan cara yang ‘baik-baik’ saja. Dan tak lupa membahas tarif. Alvin sendiri mengklaim dirinya pernah ‘memberikan’ uang senilai Rp8 miliar kepada oknum kejaksaan untuk satu kasus yang pernah dia tangani.
“Kalau kejaksaan langsung ke oknum jaksa. Nah itu biasanya kita ngomong tuntutan, ditahan apa enggak. Jadi seolah-olah penangguhan atau pengalihan penanganan, atau sudah sidang dan minta tuntutan ringan,” jelas pria lulusan Sarjana Hukum dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Gunung Jati, Tangerang.
Bagaimana dengan oknum hakim? Pada level ini, cara main dalam praktik suap menyuap bisa dilakukan lewat penetapan hakim. Sebelum berkas perkara masuk ke pengadilan, kuasa hukum sudah menghubungi oknum hakim yang dia kenal. Hal ini bertujuan agar si oknum hakim mengambil berkas perkara dan ditunjuk sebagai hakim yang menangani perkara tersebut.
Jika sudah demikian, maka proses persidangan akan berjalan dengan cepat. Alvin menerangkan beberapa ciri persidangan yang sudah diatur yakni tanpa eksepsi, replik, dan duplik, serta pemeriksaan saksi yang relatif sedikit.
Namun memang tak semua oknum hakim langsung menerima saat dihubungi oleh kuasa hukum. Ada pula jalur suap menyuap harus dilakukan lewat panitera, atau oknum hakim yang menunggu perintah dari Ketua PN karena khawatir tak dapat backup.
Berapa tarifnya? Semua tergantung pada kasus, jika melibatkan oknum hakim maka uang yang harus digelontorkan minimal Rp50 juta. Sementara Alvin pernah mengeluarkan uang yang sama banyaknya dengan oknum jaksa, yakni sebanyak Rp8 miliar untuk sebuah kasus besar.
Saat ini Alvin mengaku sudah berhenti melakukan praktik-praktik kotor tersebut, setelah dirinya mengalami gagal ginjal dan juga penyakit jantung.
Saat dikonfirmasi, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung yang sejak Februari 2024 dilantik sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Ketut Sumedana, menyayangkan tindakan Alvin Lim yang hanya berbicara terkait mafia di Kejagung. Dia menegaskan Kejagung terbuka untuk menerima laporan masyarakat, jika menemukan adanya perbuatan tercela yang dilakukan oleh oknum kejaksaan.
“Siapapun anggota masyarakat, tidak hanya Alvin Lim, kalau menemukan tindakan tercela apalagi mafia, laporkan nama lengkapnya, siapa yang dirugikan, kita akan tindak. Kejaksaan Agung terbuka, tidak pernah kita tutupi. Jangan asal ngomong di media,” kata Ketut kepada Hukumonline.
Kejagung sendiri, lanjut Sumedana, sudah memiliki mekanisme pengawasan internal dan eksternal, termasuk pengawasan mobile. Hanya saja, untuk menertibkan jaksa yang berjumlah ribuan orang bukanlah perkara mudah. Untuk itu diperlukan peran masyarakat dan media agar Kejagung menjadi bersih dari oknum-oknum yang melakukan pelanggaran hukum.
“Loh, kita enggak bisa ngomong kalau enggak ada kebocoran, orang oknum itu ada di mana saja. Maka dari itu media berperan, masyarakat berperan, Alvin Lim juga berperan membersihkan kejaksaan. Kapan saja kami menunggu laporan dari Alvin Lim, kemarin-kemarin juga kita nunggu kok,” tegasnya.
Sementara itu pihak dari kepolisian belum merespons permintaan klarifikasi dari Hukumonline.
Alvin Lim sendiri pernah divonis bersalah atas kasus pemalsuan dokumen. Atas perbuatannya, Alvin divonis 4 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Jakarta Selatan. Dalam kasus ini, Alvin mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Akhirnya Mahkamah Agung memangkas hukuman Alvin menjadi 2 tahun penjara. Alvin pun sudah bebas dari Lapas Kelas I Cipinang setelah mendapat remisi khusus Natal pada akhir 2023 lalu.
Kemudian, pada akhir Agustus 2023 lalu, Alvin juga telah ditetapkan menjadi tersangka usai terjerat kasus dugaan ujaran kebencian, pencemaran nama baik hingga fitnah. Kasus ini bermula dari laporan asosiasi jaksa soal pernyataan Alvin Lim yang menyebutkan bahwa kejaksaan sarang mafia. HUKUMONLINE