Presiden Kongres Advokat Indonesia Adv. Dr. Tjoetjoe Sandjaja Hernanto mengkritisi prosedur di pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara) yang masih mewajibkan para advokat yang berperkara untuk menunjukkan Berita Acara Sumpah (BAS) yang asli pada saat sidang perdana. “Menurut Saya ini jadul banget, masa kita harus bawa-bawa BAS asli saat sidang dimana-mana,” terang Dr. Tjoetjoe di Jakarta, Senin (18/12).
Menurut founder kantor hukum Officium Nobile IndoLaw ini, para advokat yang telah terdaftar di e-Court seharusnya sudah tidak perlu lagi menunjukkan BAS yang asli pada hakim, karena salah satu syarat memiliki akun e-Court di Mahmakah Agung itu advokat harus mengupload BAS asli dan harus di verifikasi terlebih dahulu oleh Mahkamah Agung melalui Pengadilan Tinggi. “Jika sudah punya akun e-Court yang aktif, dapat dipastikan advokat tersebut sudah memiliki BAS yang telah terverifikasi oleh pengadilan tinggi,” tutur Dr. Tjoetjoe.
Tjoetjoe menjelaskan bahwa peraturan di Pengadilan Negeri (PN) harus disesuaikan dengan sistem digitalisasi yang telah dibangun oleh Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi (PT). “Jangan sampai, modernisasi atau digitalisasi sudah dilakukan di tingkat atas, namun di tinggat bawah masih jadul, karena masih memperdebatkan soal BAS saat memulai sidang perdana. Terlebih lagi bila gugatan dilakukan secara online menggunakan e-Court, maka seharusnya Hakim memahami bahwa ketika sidang perdana, BAS yang asli tidak perlu lagi ditanyakan,” tukas Dr. Tjoetjoe.
Bila pendaftaran perkara dilakukan secara langsung di pengadilan (tidak menggunakan e-Court), petugas administrasi di Pengadilan, menurut doktor hukum Universitas Borobudur, harus melakukan konfirmasi dan verifikasi terhadap BAS menggunakan sistem digitalisasi yang sudah dibangun oleh MA, yaitu ketika Surat Kuasa Khusus Advokat tersebut didaftarkan. “Saat perkara didaftarkan ke pengadilan, kan yang berperkara pun juga mendaftarkan Surat Kuasanya, nah pada saat itulah kepaniteraan pengadilan negeri dapat melakukan konfirmasi dan verifikasi menggunakan sistem digital e-Court, apakah para advokat yang akan beracara telah memiliki BAS atau tidak. Jadi para advokat tidak perlu lagi membawa-bawa BAS yang asli,” terangnya.
Pengusung konsep Dewan Advokat Nasional (DAN) ini juga menyampaikan bahwa seharusnya sistem digitalisasi di MA yang sudah modern ini terintegrasi dengan sistem di lembaga Peradilan yang berada di bawahnya (PT dan Pengadilan tingkat pertama). “Melalukan verifikasi secara online hampir dipastikan zero mistake, karena ada sistem yang melakukan pengecekan data advokat secara real time,” tambahnya lagi.
Tjoetjoe yang dikenal sebagai “Bapak Advokat Modern” menambahkan, para advokat utamanya Kongres Advokat Indonesia memiliki konsern terhadap kemajuan teknologi di dunia hukum mendorong seluruh Pengadilan Negeri (Pengadilan Tingkat Pertama) memiliki sistem yang databasenya terintegrasi dan terkoneksi dengan tingkatan peradilan yang ada di atasnya seperti Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.
Dan sudah seharusnya pula sistem yang ada di MA dapat terkoneksi dan terintegrasi dengan database yang ada di organisasi-organisasi advokat. Hal ini untuk mendeteksi secara dini apakah advokat yang bersangkutan benar-benar advokat yang sah dan tergabung pada satu organisasi advokat atau tidak apakah advokat tersebit masih aktif atau sudah meninggal dunia dan lain sebagainya “Kita ingin dunia hukum makin maju dan makin mudah, sehingga tidak ada prosedur yang merepotkan,” tutup Dr. Tjoetjoe.
Terimakasih mengedukasi
Sangat bermanfaat untuk kedepannya. Trmksh.
Ijin Share di 3titik.com
Ijin senior sepertinya gak masalah memperlihatkan BAS asli terkadang membuat kita juga bangga bahwa saya adalah advokat resmi sudah di sumpah