Beritasatu.com – Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menegaskan sasaran utama revisi UU No 30 tahun 2002 tentang KPK hendaknya menegaskan penegakan supremasi hukum, bukan untuk penguatan atau pelemahan KPK.
“KPK selama ini sudah bekerja keras, tapi praktik korupsi tetap berjalan,” kata Margarito Kamis, pada diskusi “Revisi UU KPK” di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (17/2).
Menurut Margarito, usulan revisi UU KPK saat ini lebih kepada persoalan politis dari fraksi-fraksi di DPR RI. Revisi UU KPK ini, kata dia, mengusulkan empat hal yang harus dicermati satu persatu usulan perubahannya dan harus pada komitmen untuk menegaskan penegakan supremasi hukum.
Dari empat usulan perubahan tersebut, Margarito menyoroti dua usulan yakni, penyadapan dan pembentukan lembaga pengawas. Dalam revisi UU KPK mengusulkan, agar penyadapan yang dilakukan KPK dengan meminta izin ke pengadilan.
Menurut Margarito, penyadapan yang dilakukan KPK tidak perlu meminta izin karena akan membatasi ruang gerak KPK dalam menyelidiki kemungkinan praktik korupsi. “Sikap saya, penyadapan tidak perlu minta izin,” katanya.
Kemudian, daklam revisi UU KPK juga mengusulkan dibentuknya lembaga pengawasan. Menurut Margarito, dirinya sepakat pada usulan tersebut, guna mengontrol kerja KPK yang memiliki kewenangan besar.
“KPK memiliki kewenangan besar, kalau tidak ada lembaga yang mengawasinya maka bisa menjadi tirani,” katanya.
Margarito mencontohkan, ketika Komjen Pol akan dilantik menjadi Kapolri, hanya dalam hitungan hari, tiba-tiba ditetapkan KPK sebagai tersangka. “Setelah disidik ternyata faktanya tidak kuat. Ini dapat merusak karakter dan karir orang lain,” katanya.
Margarito menegaskan, dirinya mendukung revisi UU KPK untuk penegakan supremasi hukum, terutama pemberantasan korupsi, bukan karena klaim menguatkan atau melemahkan KPK.
(Kongres Advokat Indonesia)