Hukumonline.com – Ketua majelis hakim Jhon Halasan Butar Butar menyatakan mantan Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata pada Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata, Badan Peradilan Umum, Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dua tindak pidana korupsi.
Pertama, menerima suap Rp400 juta dari terpidana korupsi, Ichsan Suaidi dan pengacaranya, Awang Lazuardi Embat sebagaimana dakwaan kesatu pertama, Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua, menerima gratifikasi Rp500 juta dari pengacara Asep Ruhiyat yang dianggap suap sebagaimana dakwaan kedua, Pasal 12 B UU Tipikor.
Atas kedua perbuatannya tersebut, Andri dihukum majelis hakim dengan pidana penjara selama sembilan tahun. “Ditambah denda sebesar Rp500 juta. Apabila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” kata John saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (25/8).
Hakim anggota Fauzi menjelaskan, berdasarkan keterangan para saksi dan terdakwa, yang dihubungkan dengan petunjuk dan barang bukti, terungkap fakta bahwa Andri menerima uang sejumlah Rp400 juta dari Ichsan melalui Awang untuk penundaan pengiriman salinan putusan kasasi Ichsan ke Pengadilan Negeri (PN) Mataram.
Uang sebesar Rp400 juta itu diberikan Ichsan kepada Andri melalui Awang dan saksi Sunaryo dengan maksud agar Andri mengusahakan penundaan pengiriman salinan putusan kasasi Ichsan, sehingga jaksa tidak segera melakukan eksekusi dan Ichsan mempunyai waktu lebih lama untuk menyusun memori peninjauan kembali (PK).
Meski penundaan pengiriman salinan putusan kasasi perkara korupsi Ichsan bukan kewenangan Andri selaku Kasubdit Kasasi Perdata, sambung Fauzi, tetapi Andri bersedia melakukan pekerjaan untuk menunda pengiriman salinan putusan kasasi dibantu pihak kepaniteraan muda pidana khusus MA, yaitu Kosidah, dengan imbalan uang.
Fauzi berpendapat, perbuatan itu telah selesai dengan sempurna mengingat adanya kerja sama antara Andri dengan saksi-saksi lain. “Dan oleh karena terdakwa menjabat sebagai pegawai MA yang tidak mempunyai kewenangan untuk mengurus perkara pidana khusus, maka terdakwa meminta bantuan Kosidah,” ujarnya.
Terlebih lagi, perbuatan pengurusan perkara tidak hanya sekali dilakukan Andri. Fauzi mengungkapkan, dari percakapan BBM antara Andri dan Kosidah, ternyata Andri juga sudah mengurus beberapa perkara pidana khusus lain. Oleh karena itu, majelis berkeyakinan semua unsur dalam dakwaan kesatu pertama telah terpenuhi menurut hukum.
Begitu pula dengan dakwaan kedua. Hakim anggota Fahzal Hendri menguraikan, Andri terbukti menerima gratifikasi yang dikategorikan sebagai suap menyuap dari Asep Ruhiyat. Sebagaimana keterangan Andri dan Asep di persidangan, uang sejumlah Rp500 juta dalam koper yang ditemukan di rumah Andri merupakan pemberian Asep.
Fahzal menganggap penerimaan uang itu sebagai gratifikasi yang dikategorikan suap menyuap karena Andri tidak melaporkan penerimaan-penerimaan tersebut ke KPK sampai dengan batas waktu 30 hari sebagaimana dipersyaratkan UU Tipikor. Pemberian uang itu juga dimaksudkan agar Andri memantau perkembangan perkara yang ditangani Asep.
Setidaknya, ada sembilan perkara yang sedang ditangani Asep, yaitu perkara TUN Nomor: 534 K/TUN/15 Pemohon Wendry Purbyantoro, TUN Nomor : 535 K/TUN/15 Pemohon Riwayati, TUN Nomor : 536 K/TUN/15 Pemohon Burhan Koto melawan Zulhenri, dan TUN Nomor : 541 K/TUN/15 Pemohon Burhan Koto melawan H Marwan.
Serta, perkara TUN tahap PK Nomor : W1.TUNG.223/Prk.02.02/IV/2015 tanggal 15 April 2015 atas nama Camat Kubu, perkara Pidsus Nomor: 195.PK/Pid.Sus/2015 atas nama H Zakri, pidsus Nomor : 109 PK/Pid.Sus/2015, atas nama Yumadris, pidsus Nomor : 100 PK/Pid.Sus/2015, atas nama Syahrizal Hamid, dan pidsus Nomor: 97 PK/Pid.Sus/2015.
Dengan demikian, majelis berkesimpulan, semua unsur dalam dakwaan kedua juga telah terpenuhi menurut hukum. Dalam penjatuhan pidana, majelis mempertimbangkan sejumlah hal memberatkan dan meringankan. Salah satu hal yang memberatkan Andri adalah perbuatan Andri telah mencoreng lembaga tinggi MA.
Menanggapi putusan, Andri pikir-pikir untuk mengajukan banding. Pengacara Andri, M Soleh menyatakan, keadilan sudah bisa dirasakan dari fakta-fakta persidangan. “Sudah diakui. Mungkin kami perlu memberikan stressing kepada prinsipal kami, Pak Andri, untuk apakag dia menerima atau tidak, karena ini kan pribadi manusianya,” ucapnya.
Terkait dengan pihak-pihak lain, seperti Kosidah yang belum diproses hukum, Soleh enggan berkomentar lebih jauh. Ia hanya menyampaikan bahwa Andri juga sudah meminta maaf. Lantas bagaimana dengan Asep selaku pemberi uang? Soleh menyerahkan sepenuhnya kepada KPK. “Itu hak oportunitas jaksa,” tuturnya.
Sengketa Golkar
Namun, dalam uraiannya, majelis tidak mempertimbangkan beberapa fakta mengenai komunikasi terkait informasi dan pengurusan perkara antara Andri dengan pihak-pihak lain, seperti Taufik yang diklaim Andri sebagai besan mantan Sekretaris MA, Nurhadi, serta hakim Pengadilan Tinggi Matara, Andriani dan Wakil Sekretaris PN Semarang Puji Sulaksono.
Padahal, dari fakta persidangan terungkap bahwa selain mengurus perkara yang ditangani Asep, ternyata Andri mengurus sejumlah perkara lain di tingkat kasasi dan PK. Antara lain, kasasi No.490K/TUN/2015, PTP X Kediri, Bank CIMB atas nama Andi Zainuddin Azikin, No.3063K/Pdt/2015, Kediri No.179K/Pdt/2015, dan Banjar Baru No.646K/Pdt/2015.
Hal ini terungkap dari percakapan WhatsApp dan SMS antara Andri dengan orang yang bernama Nurhadi Taufiq dan Taufiq Nurhadi. Berdasarkan percakapan tersebut, Taufiq meminta Andri untuk memantau sejumlah perkara di MA. Salah satunya, perkara No.490K/TUN/2015, yaitu sengketa Tata Usaha Negara (TUN) kepengurusan Partai Golkar.
Terkait fakta persidangan yang tidak dipertimbangkan majelis hakim, penuntut umum Lie Putra Setiawan tidak mempermasalahkan. “Mempergunakan materi persidangan sebagai bahan pembuktian itu kewenangan masing-masing pihak yang menurut mereka, mana materi yang mendukung pembuktian unsur masing-masing pasal. Tidak ada keharusan hakim untuk mengikuti seluruh pembuktian yang diajukan penuntut umum maupun pembelaan yang diajukan oleh pihak penasihat hukum,” tandasnya.
(Kongres Advokat Indonesia)