Hukumonline.com – Sebuah tim peneliti Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Kumdil Mahkamah Agung telah melakukan riset tentang eksekusi jaminan hak tanggungan syariah. HM Fauzan, Koordinator Peneliti, menyebutkan dalam pengantar hasil penelitian bahwa penelitian ini ingin mengungkap apakah permohonan eksekusi hak tanggungan syariah menjadi kewenangan absolut peradilan agama. Kalau ya, bagaimana mekanisme eksekusinya.
Pertanyaan itulah yang hendak dijawab tim peneliti dengan melakukan penelitian ke sejumlah satuan kerja peradilan agama, antara lain Pengadilan Agama di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan. Permohonan eksekusi jaminan hak tanggungan berbasis akad syariah terbilang baru sehingga tim peneliti menemukan fakta Kepaniteraan Pengadilan belum seragam memberi nomor berkas untuk permohonan eksekusi.
Persoalan eksekusi ini semakin penting untuk dikaji mengingat ekonomi syariah yang menarik semakin banyak orang menggelutinya. Alhasil, potensi sengketanya pun makin besar. Ekonomi syariah adalah kegiatan usaha yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Kini sudah ada bank syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah dan lain-lain. Jenis-jenis bisnis syariah ini sudah diakomodasi dalam UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. (Terakhir diubah dengan UU No. 50 Tahun 2009).
Peneliti menemukan fakta sudah ada sejumlah permohonan eksekusi hak tanggungan berdasarkan akad syariah. Dari 33 permohonan yang diteliti, sebanyak 33 persen berhasil damai dan permohonan eksekusi dicabut; 10 persen hak tanggungan yang telah dieksekusi berhasil dilelang. Sisanya, masih dalam proses.
Jika para pihak sudah sepakat menggunakan akad atau perjanjian syariah, maka eksekusinya juga harus menggunakan prinsip syariah. Pertanyaan awalnya, kalau terjadi sengketa, lalu ada permohonan eksekusi atas hak tanggungan syariah, pengadilan mana yang berwenang?
Kompetensi dan hukum acara
Merujuk pada Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006, peneliti berkesimpulan eksekusi hak tanggungan yang berbasis akad syariah adalah wewenang absolut peradilan agama. Kuncinya karena bisnis yang dijalankan berbasis pada syariah.
Meskipun demikian, mekanisme permohonan eksekusi hak tanggungan itu masih menggunakan hukum acara yang berlaku di peradilan umum. Pertama, argumentasi itu didasarkan pada Pasal 54 UU Peradilan Agama yang tegas-tegas menyatakan hukum acara yang berlaku di peradilan umum dipakai di lingkungan peradilan kecuali yang secara khusus telah diatur dalam UU Peradilan Agama.
Kedua, sebagian besar payung hukum eksekusi hak tanggungan memang masih berpatokan pada hukum yang dipakai di peradilan umum. Misalnya, UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dan UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Belakangan, ada banyak peraturan yang mengakomodasi berlakunya fidusia online.
Tim peneliti menemukan fakta eksekusi penetapan pengadilan terhadap objek jaminan hak tanggungan sering menimbulkan keberatan atau perlawanan atas penyitaan yang diletakkan terhadap objek jaminan. Penyebabnya antara lain besarnya jumlah utang, ketidakjelasan status hukum kepemilikan objek jaminan, dan ada kemungkinan hak pihak ketiga pada objek jaminan.
Dalam hal inilah peran hakim Pengadilan Agama menentukan. Hakim disarankan untuk memerintahkan pemeriksaan insidentil. Misalnya, jurusita datang ke Kantor Pertanahan (BPN) untuk memastikan objek jaminan benar-benar terdaftar atas nama debitor.
Tentu saja permohonan eksekusi itu tak gratis dan tak segampang membalik telapak tangan. Ada biaya panggilan, biaya pemberitahuan eksekusi, biaya pengumuman lelang, biaya lelang, dan biaya eksekusi. Khusus untuk permohonan eksekusi hak tanggungan, ada meja pendaftaran yang harus didatangi dengan membawa berkas lengkap. Biaya-biaya juga harus disiapkan.
Pengadilan mengeluarkan peringatan (aanmaning). Jika tidak berhasil maka eksekusi dilaksanakan. Bagaimana jika objek jaminan ada di wilayah Pengadilan Agama lain? Maka melalui Pengadilan Agama yang memutus bisa meminta bantuan ke Pengadilan Agama yang wilayah kerjanya meliputi lokasi objek hak tanggungan.
(Kongres Advokat Indonesia)
Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai “Wewenang Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Syariah”.
Saya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai Ekonomi Syariahyang bisa anda kunjungi di disini