Cnnindonesia.com – Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi mengatakan, sasaran utama kebijakan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) adalah aparat penegak hukum. Hal itu berdasarkan Tap MPR Nomor 8 tahun 2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pemberantasan KKN di Indonesia.
Arah kebijakan itu menurutnya untuk mempercepat proses hukum terhadap aparatur pemerintahan, terutama penegak hukum dan penyelenggara negara yang diduga melakukan praktik KKN. Komisi Pemberantasan Korupsi didirikan karena alasan para penegak hukum yang lemah dan belum mendapatkan kepercayaan publik.
“Sasaran pertama pemberantasan korupsi adalah aparat penegak hukum. Betul-betul tidak masuk akal kalau ada orang yang mengatakan KPK harus bersinergi dengan penegak hukum,” kata Kristiadi saat konferensi pers di kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta, Minggu (14/2).
Dia menilai keberadaan KPK selama ini telah banyak membuktikan kontribusinya. Pemberantasan korupsi dilakukan tanpa pandang bulu. Banyak penyelenggara negara dan aparat penegak hukum serta pimpinan partai politik ikut terseret dalam kasus korupsi.
“Itu harus menjadi refleksi lebih lanjut di partai. Partai harus bercermin diri, persoalan ada di partai, semua kader partai banyak yang mengakui seperti itu,” kata Kristiadi.
Dia menambahkan, korupsi merupakan penyalahgunaan kekuasaan. Sementara sumber kekuasaan ada pada partai politik. Oleh karena itu, jika partai tidak melakukan reformasi, maka kekuasaan yang digunakan partai hanya untuk membangun imperium politik dan menyengsarakan rakyat.
“Tentu tidak hanya bisa mengandalkan niat baik mereka. Perlu ada kekuatan dari luar, media dan masyarakat yang mendorong itu,” kata Kristiadi.
(Kongres Advokat Indonesia)