Okezone.com – Pemerintah memastikan tengah menyiapkan tim hukum untuk melakukan gugatan terkait keterlambatan penerimaan pesawat tempur Super Tucano. Terlebih produsen burung besi asal Brazil, Embraer memiliki tanggungan sebesar lima persen dari total kontrak yang disepakati pada 2010 silam.
“Ya kan nanti prosesnya dengan biro hukum kita, kita tidak tau apakah mau bakal pakai pakar hukum internasional dan lain sebagainya untuk bisa klarifikasi ini,” ujar Kepala Badan Sarana Pertahanan (Kabaranahan) Kementerian Pertahanan, Laksda Leonardi saat berbincang dengan Okezone di ruang kerjanya, Jakarta Pusat, Jumat (12/2/2016).
Saat ini, lanjut Leonardi, pihaknya tengah mempelajari kontrak yang terjadi lima tahun silam itu. Meski demikian, ia menegaskan memiliki kartu truf dalam perjanjian pembelian tersebut. Dalam kontrak pertama, Kemenhan masih memegang sisa uang pembayaran sekira sembilan persen atau sekira USD12 juta.
“Masih, kontrak yang pertama pun, kita masih pegang uangnya 9 persen, jadi masih belum dibayarin. Belum selesai. Ya kalau sembilan persen hampir USD12 juta. Jadi kita masih punya truf. Tergantung nanti hasil negosiasinya seperti apa. Kita semua sedang mempertimbangkan apakah ini akan banyak mudharatnya apakah manfaatnya kita tidak tau juga. Yang pasti kita masih punya truf uangnya masih kita pegang ini. Gitu sisanya,” imbuhnya.
Meski belum sampai ke taraf pengadilan internasional, Leonardi memastikan telah mengirimkan surat gugatan ke Embraer. Namun, perusahaan industri militer asal negeri samba itu bersikeras tidak menyalahi kontrak yang telah disepakati. “Kita baru bikin surat gugatan. Sudah dikirim. Cuma dia ini sudah bales atau belum. Kayanya sudah, dia mengatakan tidak menyalahi aturan,” tukasnya.
(Kongres Advokat Indonesia)