Tempo.co – Kuasa hukum Mohamad Sanusi, Krisna Murti dilaporkan Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) karena memakai alamat HAMI tanpa izin.
HAMI baru melaporkan pencatatan alamat tanpa izin ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin, Jumat, 20 Mei 2016.
“Kemarin saya bersama ketua umum HAMI Sunan Kalijaga datang ke KPK meminta agar Krisna Murti mempertanggung jawabkan perbuatannya, dimana yang bersangkutan telah secara sadar menggunakan alamat kantor HAMI, bukan kantornya sendiri,” ujar Razman Arif Nasution saat dihubungi Tempo, Sabtu, 21 Mei 2016.
Razman mengancam akan membawa masalah ini ke ranah hukum jika Krisna Murti tidak menyelesaikan masalah ini secara internal.
“Kalau nggak punya kantor ya ngomong dong, misal dia tidak ada upaya untuk menyelesaikan ini secara internal kami akan bawa masalah ini ke ranah hukum,” ujar Razman. Kata Razman, Senin lusa dia akan melaporkan hal ini ke kepolisian.
Razman tidak menyangkal jika Krisna tergabung dalam HAMI, namun menurutnya jika kasus yang ditangani dikerjakan secara personal harusnya memakai alamat sendiri.
Lebih lanjut Razman mengatakan, ketika alamat yang digunakan palsu maka segala perkara yang dibuatnya tidaklah sah. “Iya dong, kalau palsu yaa surat semuanya tidak sah,” ujarnya.
Krisna Murti saat dikonfirmasi membantah kabar tersebut. Dia mengatakan tuduhan Razman tidak benar. “Saya nggak urusan mau dia ngomong apa juga, saya nggak mau nangapi aja dia cuma asbun (asal bunyi) asbun aja, salah info dia,” ujar Krisna Murti saat dihubungi, Sabtu, 21 Mei 2016.
Krisna mengaku tidak peduli dengan pelaporan tersebut, dia menegaskan bahwa semua yang dituduhkan salah. “Nggak ada tindakan lanjutan dari saya, karena salah semua mereka salah semua salah salah,” ujarnya.
Krisna Murti saat ini tengah mendampingi tersangka kasus suap reklamasi pantai Utara yaitu adalah M Sanusi.
Klien Krisna Murti tersebut tertangkap tangan oleh KPK pada Kamis, 31 Maret 2016. Sanusi diduga menerima suap dari bos Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja untuk memuluskan pembahasan proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Dari hasil operasi tangkap tangan itu, KPK menyita duit sejumlah Rp 1,14 miliar. Sebelumnya, Sanusi telah menerima duit Rp 1 miliar pada tanggal 28 Maret 2016. Uang suap pertama itu, tersisa Rp 140 juta, sehingga total duit yang diterima Sanusi sebesar Rp 2 miliar.
(Kongres Advokat Indonesia)