Liputan6.com – Bolak-balik memeriksa saksi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Setidaknya, 50 saksi telah dipanggil. Baik dari swasta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, ahli keuangan maupun pertanahan. Namun belum juga ada kejelasan ke arah korupsi.
Putar otak, penyidik kemudian memeriksa segala laporan keuangan dan dokumen terkait pembelian RS Sumber Waras.
Titik terang akan kasus ini merupakan tujuannya. Penyidik KPK menggantungkan kejelasan kasus tersebut ke pengecekan itu. “Sedang didalami. Final check,” ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarief di Gedung KPK, Jakarta, Selasa 17 Mei 2016.
Menurut dia, hasil validiasi akhir dari penyelidikan itu akan segera diumumkan. Namun, dia tak menjelaskan kapan hasilnya diungkapkan KPK. “Dan hasil final check, dari beberapa asosiasi profesional, nanti akan kita umumkan,” kata Syarief.
Sayangnya, Syarief tak menjelaskan, bagaimana nasib kasus itu. Apakah berlanjut ke tahap penyidikan yang artinya disertai penetapan tersangka atau hanya berhenti pada penyelidikan semata. “Itu (tergantung) berdasarkan hasil final check,” ujar Syarief.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku penyidik punya banyak temuan baru dalam kasus ini. “Mungkin nanti ada tindak lanjut. Tapi kami masih kumpulkan fakta dan bukti. Mudah-mudahan nanti segera ada pengumuman,” ucap Agus belum lama ini.
Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati, mengatakan masih perlu keterangan ahli terkait permasalahan pembelian lahan itu.
“KPK memerlukan keterangan ahli untuk memperkuat hasil audit BPK. Kami masih butuh keterangan ahli,” ujar Yuyuk di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 29 April 2016.
Menurut dia, audit BPK tak menjadi acuan satu-satunya bagi KPK untuk menelisik kasus RS Sumber Waras. “Audit BPK itu salah satu, tapi enggak hanya itu saja yang digunakan KPK,” tegas Yuyuk.
Kasus ini sering diperbincangkan publik. Bahkan sempat mengundang perdebatan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan KPK.
BPK mengendus ketidakberesan dalam pengadaan lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras itu. Pada audit BPK terungkap ada 6 penyimpangan. Mulai dari pembentukan harga hingga penyerahan hasil. Termasuk soal indikasi kerugian negara Rp 191 miliar dalam pembelian lahan tersebut.
DPRD DKI pun menilai janggal pembelian lahan ini. Hal itu diperkuat dengan sikap Kementerian Dalam Negeri.
Direktur Jenderal Keuangan Kemendagri menerbitkan surat pada 24 Desember 2014 yang ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Pada surat tersebut, Dirjen Keuangan Kemendagri meminta Ahok mengevaluasi perihal kode rekening 1.02.001.03.613.5.2.3.01 untuk Belanja Modal Pengadaan Tanah.
(Kongres Advokat Indonesia)