Cnnindonesia.com – Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan yang menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp945,465 miliar dari kunjungan kerja anggota dewan.
“FITRA mendorong KPK untuk menindaklanjuti hasil temuan BPK ini dibawa ke proses hukum,” kata Yenny dalam keterangan tertulisnya, kemarin.
Yenny menilai, temuan ini memperlihatkan minimnya komitmen anggota dewan dalam laporan kunjungan kerja. Dia mengatakan, temuan ini juga menunjukan lemahnya transparansi dan akuntabilitas DPR, baik tataran fraksi, komisi maupun Sekretariat Jenderal DPR.
Selain itu, Yenny mendorong agar fraksi partai di parlemen, menghukum anggotanya yang tidak melaporkan hasil kunjungan kerja berupa laporan keuangan dan program.
Dengan temuan ini, kata dia, metode keuangan dalam kunjungan kerja anggota dewan harus diubah. Sebab, metode yang saat ini berlaku, hanya menguntungkan anggota DPR dan tidak akuntabel. “Moratorium dan reformasi anggaran di DPR menjadi kebutuhan yang mendesak,” ujarnya.
Hal senada diungkap Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus. Dia juga meminta agar KPK turun tangan dalam menyikapi persoalan ini. Dia meminta agar kasus ini tidak tenggelam seperti layaknya kasus-kasus yang melibatkan DPR sejauh ini.
“Ini penyimpangan serius yang berulang kali terjadi dan seolah-olah dilindungi oleh UU,” kata Lucius, dalam pesan singkatnya, kemarin.
Menurutnya, sistem anggaran kunjungan kerja yang berlaku saat ini, rawan diselewengkan. Sebab, laporan yang ada kata dia, hanya memuat berbentuk laporan kegiatan semata.
Sebelumnya, BPK disebut menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp945,465 miliar dari kunjungan kerja perseorangan anggota DPR. Fakta itu terungkap melalui surat Fraksi PDI Perjuangan kepada anggotanya yang beredar di kalangan awak media.
Surat bernomor 104/F-PDIP/DPR-RI/V/2016 tersebut, merupakan tindaklanjut dari surat Sekretariat Jenderal DPR RI kepada semua fraksi partai di parlemen, yang meragukan keterjadian kunjungan kerja perseorangan anggota dewan, dalam melaksanakan tugasnya.
“BPK melakukan audit dan melakukan uji sampling. Ternyata ada laporan yang tidak memenuhi persyaratan,” kata Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno saat dihubungi, kemarin.
(Kongres Advokat Indonesia)