Harianterbit.com – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengharapkan proses penyidikan dan penuntutan baik dilakukan oleh kepolisian ataupun kejaksaan harus sesuai dengan undang-undang.
“Kami mengharapkan ada semacam evaluasi atas proses penyidikan dan penuntutan baik oleh kepolisian ataupun kejaksaan, harus sesuai dengan undang-undang,” kata pengacara LBH Jakarta, Bunga Siagian di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (25/4/2016).
Dengan evaluasi tersebut, lanjut Bunga, diharapkan tidak ada lagi kasus peradilan yang mendakwa seorang anak di bawah umur seperti MS yang baru diputus bebas, tidak kembali terulang. “Karena hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang,” ujar dia.
Proses peradilan bagi anak, kata dia, sesungguhnya sudah tertuang secara gamblang dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dengan mengupayakan pendekatan restoratif untuk pemulihan keadaan seperti semula seperti mediasi.
“Dalam kasus MS, jangankan pendekatan restoratif, ia malahan diperlakukan bagai penjahat, ditahan bersama orang dewasa di Rutan Cipinang juga sering tidak makan karena kehabisan,” ujarnya.
Selain itu, katanya, sidang kasus MS yang berawal pada tanggal 11 April 2016, dinyatakan terbuka untuk umum. Padahal MS tidak semestinya diproses di persidangan tersebut.
“Ia berhak untuk diterapkan mediasi dan tidak boleh ditahan, kalaupuan tidak berhasil dilakukan, ia berhak untuk disidangkan di ruang khusus anak dan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan. Ini semua telah diatur dalam UU SPPA,” tuturnya.
Menurut dia, kasus anak yang dibawa ke persidangan dewasa ini terjadi akibat buruknya kinerja Kepolisian dan Kejaksaan, dimana semestinya pada saat penyidikan, Polri mencari tahu umur anak kelas 3 SMP tersebut yang sebenarnya.
“Ijazah yang keluar pada tahun 2012 menunjukkan MS lulus SD di umurnya ke-17, padahal ia tidak pernah tinggal kelas,” ucapnya.
Selain itu, tambah dia, Kejaksaan pun mengambil peran dalam peenjerumusan MS karena tidak meneliti dengan cermat berkas perkara dan tidak menggubris kebenaran yang telah diungkapkan oleh keluarga terdakwa.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menerima keberatan (eksepsi) dari penasihat hukum terdakwa MS, seorang anak di bawah umur dan membebaskannya dari sistem peradilan yang tidak sesuai peruntukannya.
Dalam pembacaan putusan sela-nya, hakim ketua Pudji Tri Rahadi menyatakan terdakwa MS yang masih berusia 16 tahun, masih terkategori anak-anak, maka berlaku sistem peradilan anak.
“Pengadilan memutuskan menerima eksepsi penasihat hukum terdakwa MS, menyatakan surat dakwaan dari jaksa penuntut umum batal demi hukum dan memerintahkan jaksa penuntut umum untuk membebaskan terdakwa dari penahanan,” kata Pudji.
Dalam eksepsinya, penasihat hukum terdakwa MS menyatakan kasus MS dengan nomor perkara 294/Pid.B/2016/PN JKT SEL, tidak berwenang mengadili perkara ini karena MS masuk dalam kategori anak.
(Kongres Advokat Indonesia)