Beritasatu.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengatakan, legislatif, yudikatif dan pemerintah harus sepakat menciptakan situasi kondusif sebelum menerapkan Undang-Undang (UU) Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak.
“Ini (UU) bisa berhasil bila DPR, pemerintah dan aparat hukum bisa bersama-sama. Perlu ada sinergi penegak hukum dan sepakat untuk menciptakan situasi kondusif,” ujar Laode dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI di kompleks parleemn Senayan Jakarta, Selasa (26/4) sore.
Walaupun KPK belum mendapatkan draft RUU Tax Amnesty, namun karena ada niat baik dari pemerintah maka rencana itu harus didukung. KPK bersama Kejaksaan Agung dan Kepolisian berupaya untuk menjamin kepastian hukum agar RUU Tax Amnesty itu benar-benar berguna bagi rakyat Indnesia.
“KPK sama-sama penegak hukum lainnya berupaya menciptakan kepastian. Manfaat tadi itu supaya gampang diterima, UU ini juga harus jelas mulai dari penyampaian ke publik, pemanfaatan ekonomi, sosial dan kepastian yuridis,” ucapnya.
Laode mencontohkan India yang gagal mencapai target dalam penerapan UU Tax Amnesty tahap pertama. Kegagalan itu, kata dia, karena kurangnya komunikasi publik.
“Kenapa India gagal pada tahap pertama pelaksanaan Tax Amnesty? Ternyata gara-gara komunikasi publik. Yang penting bagaimana orang mau mengembalikan atau membawa uangnya dengan nyaman,” katanya.
Kemasan penyampaikan ke public diakui Laode pada tahap awal kurang mendukung RUU Tax Amnesty. Namun setelah mendapatkan informasi yang jelas KPK pun berubah sikap.
“Kami menempatkan ini untuk kepentingan nasional. Pemanfaatan ekonominya. Namun untuk mencapai hasil yang baik (dari RUU Tax Amnesty) perlu ada kepastian hukum. Jadi pemilik dana merasa tidak akan diapa-apakan. Sepanjang dia jujur saya kira tidak ada masalah hukum,” katanya.
(Kongres Advokat Indonesia)