Koran-jakarta.com – Orang tidak tahu kedudukan. Orang tidak memahami jabatan. Terakhir, orang tidak tahu malu. Itulah kalimat-kalimat yang pantas disampaikan kepada para penegak hukum yang justru melanggar hukum. Mereka banyak ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Tapi selalu saja masih ada yang bodoh, tidak mau belajar, sehingga ada saja pejabat hukum yang tertangkap.
Anehnya ini terjadi di negara hukum. Dari dulu, Indonesia sebagai negara hukum, sungguh hanya klaim di bibir. Secara faktual, tidak ada negara hukum. Yang benar, hukum berada di tangan penegak hukum.
Sungguh menjengkelkan situasi hukum di Indonesia karena mereka yang seharusnya menegakkan aturan justru diciduk karena melanggar hukum. Berikut ini sekadar deretan contoh anyar (yang lama banyak sekali) para penegak hukum yang diciduk karena menjadi benalu keadilan dan tidak tahu diri.
Kasat Narkoba Polres Pelabuhan Belawan AKP Ichwan Lubis ditangkap Badan Narkotika Nasional (BNN) karena menerima suap dari bandar narkoba. Penyidik dari Mabes Polri telah mendatangi BNN untuk mencari tahu fakta pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ichwan. Kabag Humas BNN Kombes Slamet Pribadi mengatakan, saat ini AKP Ichwan telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan BNN.
Sekretaris Panitera PN Jakpus Edy Nasution terima suap. Kepala Sub Direktorat Kasasi dan PK Direktorat Tatalaksana MA Andri Tristianto Sutrisna. Dua anggota TNI yang merupakan perwira menengah. Mereka adalah Dandim 1408/BS Makassar Kolonel Jefri Oktavian Rotty dan rekannya yang menjabat Kepala Pusat Komando dan Pengendalian Operasi Kodam VII /Wirabuana Letkol Budi Imam Santoso digerebek saat pesta narkoba di hotel di Makassar.
Seorang anggota polisi di Jambi berpangkat brigadir tertangkap anggota Satresnarkoba Polrestra Jambi saat berpesta sabu-sabu bersama dua rekannya di salah satu rumah teman wanitanya di Kota Jambi. Penangkapan itu dilakukan pada Rabu (23/3/2016) pukul 12.00 WIB.
Kemudian tiga hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan. Mereka adalah Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putra, Hakim Amir Fauzi, dan Hakim Dermawan Ginting. Panitera PTUN Medan Syamsir Yusfan juga diciduk. Ada juga Jaksa Bidang Penuntutan Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Deviyanti Rochaeni yang menerima suap dari terdakwa kasus korupsi dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kabupaten Subang.
Mungkin daftar pejabat hukum yang ditangkap kalau dituangkan seluruhnya, ruang perspektif ini tidak akan muat. Hal ini memperlihatkan bahwa begitu banyak pejabat hukum yang melanggar yuridis. Lalu bagaimana mau ada keadilan kalau unsur-unsur ruang sidang seperti panitera, jaksa, hakim, dan pengacara ditangkap KPK karena suap-menyuap atau korupsi? Apa jadinya negeri ini?
Yang menggelikan, mereka ini selalu saja tertangkap saat bertransaksi. Mereka tidak pernah belajar dari sejawat yang lebih dulu dijebloskan ke penjara. Susah kalau para pejabat hukum hidup serbatidak pernah puas dengan gaji. Kalau begitu mereka mestinya berhenti dan memulai membangun bisnis sehingga bisa berpenghasilan tak terbatas.
Pejabat hukum masih melihat pekerjaannya bukan pengabdian untuk menegakkan keadilan, tetapi mau mencari duit untuk memperkaya diri. Uang menjadi tujuan mereka menjadi pejabat hukum. Tidak ada yang namanya pengabdian. Itu omong kosong, hanya kata-kata di mulut. Saat ini hukum Indonesia berada di bibir kehancuran karena pelaku ruang sidang: panitera, jaksa, hakim, dan pengacara bersekongkol menginjak-injak undang-undang.
(Kongres Advokat Indonesia)