Detik.com – Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly menilai pemicu kericuhan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kerobokan adalah narapidana yang marah soal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012. PP itu mengatur tentang remisi yang lebih ketat untuk napi terorisme, narkotika, korupsi, dan kejahatan luar biasa lainnya.
Lebih baik, menurut Yasonna, revisi ini dikembalikan ke PP 32 Tahun 1999. Soalnya, PP Nomor 99 Tahun 2012 dinilainya diskriminatif dan salah prosedur.
“Revisinya setelah kami kaji-kaji itu kembali ke PP 32, dan yang paling panas itu koruptor, bandar pasti lah itu kan kena, tapi kan pengguna kadang-kadang ditafsirkan berbeda-beda. Bandar kadang-kadang ditafsirkan berbeda-beda karena misal linting dia untuk stok. Ini semua tafsiran. Why?” ujar Menkum HAM Yasonna Laoly, di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (24/4/2016).
PP yang dimaksud itu, sebagaimana diketahui, PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
“PP ini juga menjadi sangat diskriminatif, kajian kita ada yang lancar, ada yang tidak mampu mengurus jc (justice colaborator) ada yang lancar, ada yang tidak mampu enggak dapat. Itu sangat diskriminatif,” imbuhnya.
Imbas kerusuhan di beberapa LP, Yasonna mengkaji PP Nomor 99 Tahun 1999. Ia menargetkan pembahasan ini akan selesai secepatnya.
“Saya mau secepatnya, satu setengah bulan. PP ini dibuatnya setelah saya periksa yang buat ahli tata negara, harusnya ya orang kriminologi jangan tanya siapa, saya enggak menyebut nama. Harusnya orang kriminologi dan mendengar kiri kanan, semangatnya barangkali oke, tapi tidak dikaji secara mendalam prosepek beberapa tahun ke depan, harusnya mendengar juga masukan dari teman2 dari PAS,” kata Yasonna.
Menurut Yasonna, PP tersebut tidak sesuai prosedur dan peraturan perundang-undangan. PP tersebut juga dibahas terlalu buru-buru dan tidak ada kajiannya.
“Ini PP setelah saya cek menyalahi prosedur peraturan Perundang-undangan, sangat cepat. Itu tidak ada kajian, urgent katanya. Jadi sesuatu yang reaktif dibuat dalam kajian jangka panjang. Semangatnya bisa oke tetapi dalam ketetapannya kurang, dibiarkan begitu,” ungkapnya.
Konsep ini nantinya akan dibahas bersama pemangku kepentingan terkait. Setelah itu, Yasonna akan membawanya ke presiden Jokowi untuk dipresentasikan hasilnya.
“Saya baru saja telepon dengan pak Menko (Politik Hukum dan Keamanan -red), saya maunya semua prosedur bahwa supaya nanti konsep semua ini dibahas oleh Kapolri, Jaksa Agung, teman-teman BNN. Habis itu kita bawa ke Presiden, saya akan presentasikan persoalannya seperti apa,” ungkapnya.
(Kongres Advokat Indonesia)