Hukumonline.com – ICW meminta KPK men-supervisi kinerja Kejaksaan Agung dalam penanganan kasus Grand Indonesia karena sampai sekarang belum juga menetapkan tersangka.
“KPK harus melakukan supervisi terhadap langkah atau kinerja kejaksaan dalam penanganan perkara dugaan korupsi pengembangan lahan di kawasan Hotel Indonesia,” kata anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter di Jakarta, Rabu.
Padahal, Kejagung telah memeriksa sejumlah saksi, antara lain, Laksamana Sukardi (mantan Menteri BUMN), Edwin Hidayat Abdullah (Deputi Bidang Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata di Kementrian BUMN, Fransiskus (Direktur Utama PT Grand Indonesia) dan Johanies (Dirut PT Cipta Karya Bumi Indah).
ICW melihat adanya kejanggalan dalam penanganan perkara tersebut yakni meski telah ditingkatkan ke penyidikan, hingga kini Kejagung belum menetapkan satu pun pelaku sebagai tersangka korupsi.
Kenaikan status penanganan perkara ke tahap penyidikan tanpa penetapan tersangka merupakan suatu hal yang tidak lazim, katanya.
Selain itu, kata dia, nilai potensi kerugian negara yang terjadi dalam perkara ini berdasarkan audit BPK, sangat fantastis mencapai Rp1,29 triliun. Artinya perkara dugaan korupsi ini tergolong sebagai perkara korupsi kelas kakap yang perlu mendapat perhatian khusus.
Ia menilai institusi kejaksaan saat ini diragukan independensinya karena HM Prasetyo, Jaksa Agung saat ini merupakan politisi dan kader dari Partai Politik (Nasional Demokrat).
Posisi Jaksa Agung yang tidak independen sangat rentan dan membuka potensi adanya intervensi dari pihak-pihak tertentu temasuk dari Partai atau Pimpinan Partai yang dapat memengaruhi penanganan perkara (bahkan dihentikan), katanya.
ICW juga khawatir proses hukum perkara ini dihentikan dan dialihkan ke proses perdata karena kejaksaan memiliki reputasi menghentikan sejumlah perkara korupsi kelas kakap yang dinilai kontroversial.
Ia menyebut sejumlah penghentian penyidikan perkara korupsi seperti pemberian fasilitas kredit PT Texmaco yang diduga melibatkan Marimutu Sinivasan, pengadaan di PLTU Borang di Sumatera Selatan yang diduga melibatkan Edhie Widiono, skandal cessie Bank Bali yang diduga melibatkan Setya Novanto.
(Kongres Advokat Indonesia)