Hukumonline.com – Perjalanan proyek reklamasi Teluk Jakarta tak saja berdampak pada masyarakat sekitar yang terkena gusur. Belakangan, Provinsi Jawa Barat pun terkena dampaknya. Malahan, wilayah Jawa Barat berpotensi tertimpa masalah. Hal ini disampaikan Wakil Gubernur Jawa Barat Dedy Mizwar dalam rapat keja dengan Komisi VII dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Gedung DPR, Rabu (20/4).
Pengurukan laut dengan bahan material pasir dan lainnya tidak diketahui asalnya. Belakangan diketahui, bahan material diperoleh antara lain dari wilayah Jawa Barat. Misalnya di bilangan Cigudeg Bogor. Daerah Cigudeg ke depan bakal menjadi daerah otonomi baru. Ironisnya, ketika pembangunan jalan tidak ditemukan bahan dasar untuk pembangunan jalan dalam jumlah besar.
“Pembangunan reklamasi dalam bentuk material berdampak di lingkungan Jawa Barat,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah melakukan survei terhadap beberapa perusahan tambang. Ternyata, ditemukan banyaknya bahan material yang digunakan untuk reklamasi Teluk Jakarta yang berasal dari wilayah Jawa Barat. “Ternyata 80 persen mengirimkan ke reklamasi Jakarta. Jadi harus dipikirkan secara menyeluruh, jangan hanya memindahkan bencana DKI ke Jabar,” imbuhnya.
Pria yang notabene berlatar belakang pekerja seni itu prinsipnya tidak berkeberatan dengan proyek reklamasi Teluk Jakarta oleh Pemda DKI. Namun, Pemda DKI perlu memikirkan dampak terhadap wilayah lain. Pasalnya, bahan material untuk menimbun semisal pasir berasal dari Jawa Barat. Ia menilai kondisi demikian berimbas buruk terhadap wilayah yang dipimpinnya.
“Pembangunan reklamasi ini sama saja mengusir orang miskin dari DKI ke Jawa Barat. Kami tidak keberatan, tapi ini sebenarnya bukan tanggung jawab kami,” katanya.
Ketua Komisi VII Gus Irawan Pasaribu mengatakan akan mendiskusikan dengan Komisi IV, Menteri Kelautan dan Perikanan serta Komisi III terkait dengan hukum. Menurutnya, komisi yang dipimpinnya akan menggelar rapat gabungan untuk kemudian mendorong adanya penegakan hukum. “Tidak ada yang kebal hukum di republik ini,” ujarnya.
Anggota Komisi VII Aryo Djojohadikusumo berpandangan, pemerintah mesti bertindak tegas dengan memberhentikan secara permanen proyek reklamasi. Moratorium proyek reklamasi dinilai hanya akan menimbulkan gesekan di tengah masyarakat di kemudian hari. Apalagi, proyek reklamasi Teluk Jakarta ditemukan banyak persoalan. Mulai menabrak regulasi yang ada hingga belum adanya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Politisi Partai Gerindra itu menilai pemerintah mestinya tak mengambil sikap dengan moratorium proyek reklamasi. Pasalnya itu tadi, banyaknya pelanggaran bila program reklamasi Teluk Jakarta tetap dilanjutkan. “Pemerintah harusnya menghentikan permanen bukan moratorium,” katanya.
Anggota Komisi VII lainnya Kurtubi mengatakan reklamasi tidak datang tiba-tiba. Proyek tersebut sedianya sudah berlangsung sejak era orde baru. Meski memiliki tujuan baik, namun ia mendukung kebijakan terakhir pemerintah pusat dengan melakukan moratorium sementara. Tujuannya, untuk melakukan kajian secara komprehensif agar tidak menyesal di kemudian hari.
“Saya mendukung moratorium tidak bisa di stop sekarang, tidak bisa diputuskan sekarang karena dampaknya besar,” pungkas politisi Nasdem itu.
Seperti yang di ketahui Pemerintah akhirnya memutuskan menghentikan sementara proyek reklamasi Teluk Jakarta, karena banyaknya aturan yang tumpang tindih. Penghentian sementara atau moratorium reklamasi, dilakukan sampai semua aturan diperbaiki. Termasuk syarat-syarat yang harus dipenuhi para pengembang.
(Kongres Advokat Indonesia)