Detik.com – Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana membantah adanya sistem bagi-bagi fee proyek di komisinya. Tentang sistem fee itu diungkap oleh Damayanti Wisnu Putranti dalam sidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi.
“Sudah saya jelaskan pada penyidik, dan jawabannya sudah ada pada penyidik,” kata Yudi yang juga merupakan politisi PKS usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (12/4/2016).
“Ya itu kan tuduhan-tuduhan saja (soal bagi-bagi fee di Komisi V yang disebut Damayanti),” imbuhnya.
Sebelumnya dalam sidang, Damayanti Wisnu Putranti akui terima fee dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama (WTU), Abdul Khoir, terkait proyek pembangunan jalan Tehoru-Laimu senilai Rp 41 miliar di Maluku Utara. Penerima fee dari rekanan tersebut, disebut Damayanti, telah menjadi sistem di Komisi V DPR.
“Pak Amran menginstruksikan Abdul untuk membayarkan fee yang sudah ada judul dan kode kepemilikan masing-masing. Fee untuk pembangunan jalan di Tehoru-Laimu,” kata Damayanti saat menjadi saksi untuk terdakwa Abdul Khoir di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (11/4).
Amran Hi Mustary adalah Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah IX meliputi Maluku dan Maluku Utara. Damayanti mengaku tak tahu mengenai pengaturan besaran fee tersebut, hanya saja ia menyebut pemberian fee kepada anggota dari rekanan telah menjadi sistem di Komisi V.
“Saya kurang tahu (soal pengaturan besaran fee). Itu sudah sistem, ketika saya masuk di komisi V,” ujar Damayanti.
“Fee itu memang menjadi hak pemegang aspirasi?” tanya majelis hakim.
“Iya, sesuai sistem yang sudah ada di Komisi V. Mengalir saja,” lanjutnya.
“Kalau terima sistem begitu kan ditangkap KPK saudara,” ucap majelis hakim.
Damayanti menjelaskan, total fee yang ia terima dari Abdul adalah 328 ribu dollar singapura. Di mana 80 ribu dollar singapura dari uang tersebut diserahkan ke Julia Prasetyarini alias Uwi dan Dessy A. Edwin selaku perantara. Keduanya kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Jika ditotal dengan yang diterima Uwi dan Dessy maka total pemberian fee dari Abdul adalah 8 persen dari nilai proyek.
Abdul Khoir didakwa jaksa KPK melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Ia diduga melakukan suap bersama-sama dengan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng, dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred. Suap sebesar Rp 21,28 miliar, SGD 1.674.039 atau sekitar Rp 15.066.351.000 dan USD 72.727 atau sekitar Rp 959.996.400. Suap diduga diterima tak hanya oleh Damayanti.
(Kongres Advokat Indonesia)