Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Agung mengungkap dan menetapkan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar (ZR) sebagai tersangka suap dengan nilai fantastis Rp 920 miliar dan emas 51 kilogram selama 10 tahun.
Teranyar ZR mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung itu terlibat praktik penanganan perkara putusan bebas kasasi Gregorius Ronald Tannur (31).
Wakil Ketua Dewan Pembina DPP KAI Prof Henry Indraguna menilai dengan ditetapkannya Zarof Ricar sebagai tersangka perantara suap dalam kasus Gregorius Ronald Tannur (31) mencerminkan bobroknya dunia peradilan di Indonesia.
“ZR dengan berbekal uang Rp 5 miliar meminta perkara pembunuhan Dini Sera dengan tersangka Gregorius Ronald Tannur, agar putusannya bebas di Pengadilan Negeri Surabaya,” ujar Prof Henry Indraguna melalui pesan tertulis, Senin (28/10/2024).
Menurut pemerhati hukum, Prof Henry dengan penemuan uang yang diduga hasil pengurusan perkara itu menunjukkan bagaimana aparat memperjualbelikan vonis hukum dengan mengebiri rasa keadilan korban dan masyarakat.
“Pengungkapan suap ZR ini menunjukkan betapa bobroknya dunia peradilan di Indonesia. Bahkan tidak menutup kemungkinan dalam pendalaman dan penyidikan kasus ini ke depan, akan tekuak siapa lagi sebagai aktor praktik suap yang sering jualbeli penyelesaian suatu perkara,” kata Henry Indraguna yang juga Anggota Dewan Pakar Partai Golkar.
Henry menyebutkan Indonesia sudah darurat korupsi, sehingga dapat menimbulkan krisis kepercayaan di masyarakat.
“Ini sudah pasti membuat dinamika krisis kepercayaan di masyarakat terhadap hukum di Indonesia yang semakin akut,” ujar Henry Doktor Hukum dari UNS Surakarta dan Universitas Borobudur Jakarta ini.
Henry berharap kepada Pemerintahan Prabowo-Gibran harus segera melakukan penataan sistem dan mekanisme peradilan yang terkelola secara profesional dengan menggunakan prinsip transparansi, dan akuntabel.
“Supaya kejadian serupa tidak terjadi lagi dikemudian hari, harus ada pola rewards dan punishment. Ini harus diberikan dan diberlakukan kepada setiap hakim dan panitera serta ASN di lingkungan MA,” ucapnya.
Kemudian Henry Indraguna menambahkan pentingnya Pemerintah dan DPR segera mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Perampasan Aset sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Kalau bersih, kenapa takut, kepada pihak-pihak yang tidak terlibat dalam praktik korupsi seharusnya mendukung pengesahan undang-undang ini. Regulasi yang jelas akan membantu mempercepat proses pemulihan aset negara yang terkait dengan tindak pidana, serta memberikan efek jera bagi pelaku korupsi,” paparnya.
Menurutnya, RUU Perampasan Aset tindak pidana bertujuan untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dengan menjerat tidak hanya pelaku kejahatan, tetapi juga aset yang diperoleh dari hasil tindak pidana.
“RUU ini dirancang untuk memudahkan negara dalam menyita aset-aset yang terkait dengan korupsi, sehingga dapat meminimalkan kerugian negara. Selain itu, aturan ini diharapkan bisa menutup celah bagi pelaku langkah ini diperlukan untuk memastikan penegakan hukum yang lebih maksimal dan efektif. Dengan menyita hasil kejahatan suap untuk meningkatkan efek jera,” pungkasnya.