Perceraian adalah perbuatan yang paling dibenci Tuhan meski dibolehkan. Namun bagaimana prosesnya agar perceraian tercatat dan diakui negara? Haruskah menggunakan pengacara untuk proses bercerai di pengadilan?
Mau bertanya. Saya suami-istri sudah menikah 5 tahun dan memiliki seorang anak. Karena satu dua hal, saya berencana menceraikan istri saya. Saya menikah dengan cara Islam dan saya serta istri juga Islam.
Namun ada kendala karena saya dari keluarga tidak berkecukupan, maka sepertinya berat bila harus membayar biaya pengacara. Pertanyaannya, apakah harus menggunakan pengacara?
Terima kasih.
Jawaban:
Sebelum menempuh perceraian, sebaiknya dimusyawarahkan dulu dengan keluarga besar. Pertimbangkan baik dan buruknya. Bila sudah deadlock, jalan terakhir ke pengadilan.
Bagi yang muslim, proses beperkaranya dilaksanakan di Pengadilan Agama, sedangkan bagi yang nonmuslim proses perkaranya dilaksanakan di Pengadilan Negeri.
Perceraian pasangan yang muslim tunduk pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berlakunya berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam. Dalam KHI terdapat dua istilah cerai, yaitu cerai gugat dan cerai talak. Pasal 116 KHI menegaskan:
Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.
Cerai talak adalah cerai yang dijatuhkan suami di depan pengadilan yang sesuai dengan hukum Islam. Talak menurut Pasal 117 KHI adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Selanjutnya di Pasal 129 KHI disebutkan:
Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Hukum negara hanya mengakui talak yang diucapkan suami di depan Pengadilan Agama, sedangkan talak yang diucapkan suami di luar Pengadilan Agama hanya sah menurut hukum agama.
Selanjutnya, cerai gugat (gugatan cerai) hanya dapat diajukan oleh istri sebagaimana terdapat dalam Pasal 132 ayat (1) KHI, yakni:
Gugatan perceraian diajukan oleh istri atas kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman tanpa izin suami.
Dengan demikian, pihak yang mengajukan perceraian bisa saja diajukan oleh pihak suami maupun istri. Dengan catatan pernikahannya tercatat secara resmi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan untuk proses perceraian pasangan nonmuslim, gugatan cerai diajukan melalui Pengadilan Negeri. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yakni:
Dalam peraturan pemerintah ini, yang dimaksud dengan Pengadilan adalah Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang lainnya.
Selanjutnya di Pasal 20 ayat (1) disebutkan:
Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
Dengan demikian, bahwa gugatan perceraian bisa diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya kepada pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. Di pasal itu menggunakan kata ‘atau’ sehingga penggunaan pengacara bukan kewajiban.
Alasan Perceraian
Agar permohonan perceraian dikabulkan, Anda harus tahu alasan-alasan terjadinya perceraian. Menurut Pasal 19 Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, suami isteri dapat mengajukan perceraian dengan alasan-alasan yang dibolehkan, yaitu:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri.
6. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
7. Salah satu pihak (suami/istri) beralih keyakinan/pindah agama
8. Pihak suami melakukan pelanggaran taklik talak yang diucapkannya sesaat setalah ijab kabul
Jika bukan karena salah satu alasan di atas, perceraian yang diajukan ke Pengadilan tidak akan dikabulkan.
Cara Membuat Surat Gugatan
Gugatan cerai secara umum terbagi menjadi dua, yaitu yang diajukan oleh suami dan yang diajukan oleh isteri. Dalam praktik juga terbagi menjadi dua lagi, yaitu bagi yang beragama atau melangsungkan perkawinan secara agama Islam dan bagi nonmuslim atau yang melangsungkan perkawinan secara nonmuslim.
Bagi yang beragama Islam masih dibedakan antara yang mengajukan suami dengan yang mengajukan cerai isteri. Jika yang mengajukan adalah suami, gugatannya adalah permohonan talak, sedangkan jika yang mengajukan itu isteri adalah dengan gugatan cerai.
Gugatan harus ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan minimal harus berisi :
1. Judul gugatan,
2. Identitas para pihak,
3. Dasar gugatan atau yang dalam hukum lebih dikenal dengan posita,
4. Petitum atau tuntutan gugatan, dalam petitum sebaiknya ada petitum primer dan petitum subsider yang berisi “Jika Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya”.
5. harus ditandatangani oleh pihak penggugat.
Proses Pendaftaran
Bagi yang muslim dapat mendatangi Pengadilan Agama setempat. Berikut alurnya:
1. Pihak beperkara datang ke Pengadilan Agama dengan membawa surat gugatan atau permohonan
2. Pihak beperkara menghadap petugas meja pertama dan menyerahkan surat gugatan atau permohonan, minimal 6 (lima rangkap beserta fotokopi kutipan akta nikah yang telah ditempeli meterai dan cap pos dan fotokopi KTP (untuk perkara perceraian).
3. Petugas meja pertama (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan menaksir panjar biaya perkara yang kemudian ditulis dalam surat kuasa untuk membayar (SKUM).
4. Pihak beperkara membayar panjar biaya perkara ke bank yang ditunjuk yang besarnya sesuai dengan jumlah yang tertera pada surat kuasa untuk membayar (SKUM).
5. Pemegang kas (kasir) menandatangani Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan membubuhkan nomor urut perkara dan tanggal penerimaan perkara dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kemudian menyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) yang telah dicap lunas dan surat gugatan atau permohonan kepada pihak berperkara.
6. Pendaftaran telah selesai dan pihak yang berperkara menunggu surat panggilan sidang (relaas)
7. Setelah mendapatkan undangan sidang, ikuti proses sidang hingga putusan dibacakan majelis hakim.
8. Pemohon/penggugat akan diberitahukan kapan diberitahukan oleh petugas loket untuk menerima salinan putusan dan akta cerai.
Sidang Tanpa Biaya
Jika Anda kekurangan biaya, bisa mengajukan permohonan sidang secara probono/cuma-cuma. Berikut langkahnya:
1. Membuat surat permohonan/atau gugatan untuk beperkara yang di dalamnya tercantum pengajuan beperkara secara prodeo dengan mencantumkan alasan-alasannya
2. Surat permohonan dapat dibuat sendiri atau dapat meminta bantuan melalui POSBAKUM pada Pengadilan Agama setempat, jika sudah tersedia
3. Jika tidak dapat menulis atau buta huruf, surat permohonan/gugatan dapat diajukan secara lisan dengan menghadap Ketua Pengadilan Agama setempat
4. KTP pemohon
5. Surat pernyataan tidak mampu yang dibuat dan ditandatangani Pemohon dan diketahui Ketua Pengadilan Agama setempat
6. Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Desa atau Kelurahan
7. Surat keterangan tunjangan sosial lainya
Pembuktian:
Untuk meyakinkan majelis hakim, maka perlu disiapkan sedikitnya:
1. Paling sedikit dua saksi yang mengetahui alasan perceraian
2. Surat-surat yang menguatkan alasan perceraian
3. Bukti lain bisa menjadi petunjuk
Semakin banyak bukti, semakin baik, sepanjang relevan untuk membuktikan adanya alasan perceraian.
Demikian jawaban kami. DETIK