TEMPO.CO, Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara, Bayu Dwi Anggono menilai, terbitnya Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2020 tentang Sekretariat Kabinet akan menyebabkan tumpang-tindih antara fungsi Sekretariat Kabinet (Setkab) dan Kantor Staf Presiden (KSP).
Pada akhirnya, kata Bayu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan kesulitan mengambil kebijakan karena Perpres yang ditekennya sendiri.
Bayu menjelaskan, salah satu fungsi baru Setkab menurut Pasal 3 huruf b Perpres 55/2020 adalah menyelesaikan masalah yang mengalami hambatan.
Fungsi serupa dimiliki KSP yang diatur dalam Pasal 3 Huruf d Perpres 83 Tahun 2019, yakni; melaksanakan fungsi memberikan dukungan percepatan pelaksanaan, monitor dan evaluasi program prioritas nasional dan isu strategis, menyelesaikan masalah secara komprehensif terhadap program-program prioritas nasional yang dalam pelaksanaannya mengalami hambatan.
“Jadi, ada duplikasi fungsi antara Setkab dan KSP yang dalam impelementasinya akan menyulitkan dan membawa potensi duplikasi anggaran untuk melaksanakan fungsi tersebut,” ujar Bayu saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 18 April 2020.
Seharusnya, kata Bayu, fungsi yang sama tersebut bisa dipertegas sebagai fungsi salah satu lembaga saja tanpa kemudian harus dilaksanakan oleh dua lembaga sekaligus, yaitu; Setkab dan KSP.
“Dalam konteks keuangan negara, duplikasi fungsi yang sama atau mirip seperti ini sulit dipertanggungjawabkan karena keluaran fungsinya kan sama. Dengan demikian, rawan menjadi temuan BPK jika fungsi yang sama ini tetap dijalankan oleh dua lembaga yang berbeda,” ujar Bayu.
Selain itu, kata dia, tumpang tindih fungsi semacam ini juga akan menyulitkan presiden dalam mengambil keputusan. Apalagi, jika apa yang disampaikan dua lembaga tersebut berbeda. “Belum lagi, bisa menimbulkan ketidaknyamanan antarlembaga di dalam istana apabila kemudian presiden lebih condong memilih hasil kerja salah satu lembaga dan mengabaikan hasil kerja lembaga lainnya,” ujar Bayu.
Perpres 55/2020 tentang Setkab ini diteken Presiden Jokowi pada 6 April 2020. Tempo mencoba menghubungi Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono untuk mengetahui pertimbangan presiden menerbitkan Perpres ini, namun belum mendapatkan respon.
Baca juga : Kemerdekaan Pers Dan Cek Kosong RUU Cipta Kerja