JAKARTA, www.beritamoneter.com-Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI) mendesak pemerintah segera melakukan surveillance epidemiologi berbasis data persebaran untuk meng-‘clustering’ persebaran virus termasuk juga pelacakan dan deteksi dini.
Langkah ini diperlukan mengingat menumpuknya pasien CoVid-19 di Rumah Sakit-Rumah Sakit rujukan dan meningkatnya jumlah kasus CoVid-19 di berbagai daerah di Indonesia.
“Kemenkes sebaiknya mewajibkan semua petugas surveilans epidemi di semua strata dinas kesehatan sampai puskesmas harus terlatih dan mampu membuat pemetaan sesuai prioritas dan tingkat potensi resiko sesuai kewilayahannya,” ujar Ketua PDEI dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT, dalam simposium ilmiah PDEI yang diadakan di Hotel Ibis Styles Tanah Abang-Jakarta Senin (16/3).
Senada dengan PDEI, Ketua Umum DPP Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI), dr Mahesa Paranadipa, MH menegaskan atas dasar UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, pemerintah harus mengumumkan secara berkala daerah-daerah yang menjadi sumber penularan.
Bahkan pemerintah dapat menutup sementara daerah yang dipastikan terdapat pasien suspek atau positif COVID-19, selanjutnya lakukan disinfeksi daerah tersebut.
PDEI juga mendorong universitas-universitas yang mempunyai Fakultas Kedokteran (FK) atau Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) guna membentuk Tim Surveilans Epidemologi dan membuat Modul-modul Aplikatif yang kemudian ditrainingkan untuk Petugas Dinas Kesehatan Provinsi (DinkesProv) dan Dinkes Kab/Kota untuk kemudian dilanjutkan ke para petugas kesehatan di Puskesmas.
Selain itu, pemerintah diharapkan ,embuka pemeriksaan di beberapa center, karena kemampuan pemeriksaan PCR terutama di FK negeri sudah ada sehingga data yang diinput tetap tersentral Ke pusat supaya dapat cepat mendeteksi analisa sebarannya.
Dan apabila kondisi yang ada saat ini masih tidak bisa tertangani, maka PDEI merekomendasikan pemerintah untuk menyiapkan kemungkinan terburuk yakni lockdown negara sebagaimana yang sudah dilakukan oleh banyak negara lainnya yang juga terinfeksi oleh Covid-19.
“Upaya ini perlu dipertimbangkan apabila kondissi semakin memburuk, dan segala persiapannya sudah harus dilakukan dari sekarang. sehingga, kriteria ‘Lock Down’ untuk skenario terburuk sudah dibuat dalam sebuah pedoman.” kata Adib.
Selain itu, PDEI juga menguatirkan keselamatan para tenaga medis sebagai garda terdepan dalam penangana CoVid-19 ini.
“Pemerintah harus sesegera mungkin menyiapkan perlengkapan pemeriksaan deteksi CoVid-19 ini dalam jumlah yang lebih besar agar bisa memastikan dan menjangkau wilayah Indonesia pada aspek pemeriksaan dan case finding,” kata dr Adib.
Terkait hal ini, dr Mahesa mengatakan bahwa Tenaga medis dan tenaga kesehatan lain yang bertugas dalam penanggulangan dan penanganan pasien suspek maupun positif COVID-19 wajib dilindungi berdasarkan UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, UU No.4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dan UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Pastikan juga kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD), waktu istirahat, nutrisi bagi seluruh petugas kesehatan terpenuhi dengan baik,” tegas dr. Mahesa.
PDEI dan MHKI juga mendorong masyarakat agar jangan takut dan malu untuk memeriksakan diri jika memiliki gejala dan pernah kontak dengan orang lain atau baru saja dari negara yang juga terinfeksi CoVid-19. Semakin cepat terdeteksi, semakin cepat pengobatan, maka semakin besar peluang untuk kesembuhan.
“Cegah bukan malah mengalah. Obati bukan malah rendah diri, Kooperatif bukan malah destruktif. sementaara bagi masyarakat lain diharapkan untuk membantu mendoakan kesembuhan bagi mereka yang terjangkit dan bukannya malah mengungkit-ungkit,” tutup dr. Mahesa
Baca Juga : Pengacara Kondang Tantang Pidanakan Balik Kapolda Soal Video TKA Cina Di Bandara Haluoleo