Tiongkok Keluarkan Sertifikat Force Majeure untuk Lindungi Bisnis

Tiongkok Keluarkan Sertifikat Force Majeure untuk Lindungi Bisnis

BEIJING, investor.id – Penyebaran virus korona Covid-19 telah menghantam rantai pasokan global dan mendorong perusahaan-perusahaan Tiongkok untuk menyatakan force majeure.

Tetapi para ahli mengingatkan, kemungkinan besar langkah seperti ini tidak akan berhasil. Peristiwa force majeure merupakan keadaan yang tidak terduga, seperti bencana alam, yang dapat mencegah satu pihak memenuhi kewajiban kontraknya dan membebaskan mereka dari hukuman.

Sejak akhir Januari 2020, Pemerintah Tiongkok telah menutup akses masuk ke seluruh kota dan karantina skala besar yang secara efektif membatasi pergerakan jutaan orang di Tiongkok guna mencegah penyebaran Covid-19. Pembatasan itu disebut-sebut telah menganggu bisnis karena operasional pabrik-pabrik dan fasilitas hampir terhenti.

Sebelumnya Xinhua melaporkan bahwa Dewan Tiongkok untuk Promosi Perdagangan Internasional telah menerbitkan 4.811 sertifikat force majeure pada 3 Maret 2020 menyusul epidemi itu. Sertifikat tersebut meliputi kontrak-kontrak senilai 373,7 miliar yuan (US$ 53,79 miliar) dan hanya dikeluarkan oleh pemerintah untuk perusahaanperusahaan yang mengajukannya.

Dalam pembaruan sebelumnya, dewan mengatakan bahwa perusahaan- perusahaan yang mengajukan permohonan itu bergerak di berbagai bidang yang menjangkau 30 industri. Namun, perusahaan terbanyak yang mengajukan sertifikat itu meliputi, manufaktur, grosir dan eceran dan konstruksi. Selain itu, force majeure mungkin tidak berfungsi di luar Negeri Tirai Bambu.

“Tetapi entitas-entitas Tiongkok mungkin dihadapkan pada ‘kebangkitan kuat ‘ ketika mencoba_ mengklaim force majeure terhadap rekanan internasional,” ujar Brian Perrott dari firma hukum internasional Holman Fenwick Willan yang berbasis di London, pada Jumat (6/3).

Ditambahkan oleh Perrot, bahwa dokumen-dokumen semacam itu dapat membantu entitas yang saling mengkalim di pasar domestik Tiongkok, namun sebagian besar klaim tidak akan bertahan di panggung global.

“Sebagian besar klaim FM (force majeure) ini tidak akan berhasil. Entitas-entitas RRT (Republik Rakyat Tiongkok) yang telah mengeluarkan sertifikat menghadapi kebangkitan yang kuat jika mereka berpikir akan diizinkan keluar dari kontrak dengan pihak internasional,” katanya kepada CNBC dalam surat elektronik.

Hal itu, lanjut dia, karena mayoritas kontrak-kontrak perdagangan antara Tiongkok dan pihak internasional telah diatur oleh hukum Inggris, yang hanya memungkinkan pihak-pihak mengklaim force majeure jika dokumen tersebut mencakup klausul yang sangat spesifik.

“Klausul force majeure dalam kontrak hukum Inggris biasanya ‘sangat panjang dan terperinci’, dan menguraikan dengan tepat peristiwa mana yang dapat digunakan untuk memicu FM. Seringnya, mereka akan secara khusus merujuk pada epidemi, termasuk virus korona,” tutur Perrott.

Dikatakan oleh Perrot, pihak yang mengklaim force majeure harus membuktikan bahwa kemampuan mereka untuk memenuhi kontrak telah dirusak atau mustahil dijalankan karena virus korona.

Baca juga : Cegah Corona, Imigrasi Terbitkan Protokol Pemberian Visa

Silahkan tinggalkan komentar tapi jangan gunakan kata-kata kasar. Kita bebas berpendapat dan tetap gunakan etika sopan santun.

TERPOPULER

TERFAVORIT

Dikukuhkan Jadi Ketua Dewan Pembina KAI, Bamsoet : Pekerjaan Rumah Kita Banyak untuk Sektor Penegakan Hukum
September 27, 2024
Lantik Pengurus, Ketua Presidium DPP KAI: Kita Wujudkan AdvoKAI yang Cadas, Cerdas, Berkelas
September 27, 2024
Dihadiri Ketua Dewan Pembina Sekaligus Ketua MPR RI, Pengurus DPP KAI 2024-2029 Resmi Dikukuhkan
September 27, 2024
Audiensi Presidium DPP KAI – Menkum HAM RI: Kita Mitra Kerja!
September 7, 2024
Diangkat Kembali Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI), Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pembentukan Dewan Advokat Nasional
July 25, 2024