JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta institusi penegak hukum meningkatkan kapabilitas dan kompetensi memahami kejahatan korporasi. Hal ini kata Bambang, penting dilakukan institusi penegak hukum, menyusul kejahatan korporasi yang terjadi di tubuh PT Jiwasraya dan PT Asabri.
“Pola pengungkapan kasus dugaan korupsi di tubuh PT Jiwasraya dan PT Asabri cukup telak menggambarkan kelemahan dan kekurangan yang melekat pada institusi penegak hukum dan instrumen pengawas jasa keuangan di dalam negeri,” kata Bambang dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/1/2020).
Korporasi Bambang mengatakan, kejahatan korporasi sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu dengan indikator kejahatan atau penyimpangan investasi dana publik. Kejahatan korporasi itu, kata dia, diperkuat oleh laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa tahun lalu. Namun, aparat penegak hukum tak langsung menindak pelaku kejahatan korporasi tersebut.
“Sayangnya, selama itu pula penegak hukum dan instrumen pengawas jasa keuangan tidak segera bertindak melakukan pencegahan atau penindakan,” ujarnya.
Bambang mencontohkan, kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) membukukan laba semu sejak tahun 2006 dengan merekayasa akuntansi. Kemudian, pada 2015, Jiwasraya menjual produk tabungan dengan tingkat bunga sangat tinggi, di atas bunga deposito dan obligasi.
Hasil penjualan produk tersebut, diinvestasikan ke instrumen saham dan reksadana kualitas rendah, sehingga menimbulkan negative spread.
“Per tahun 2017, Jiwasraya lagi-lagi diketahui merekayasa laporan keuangan, yakni mengaku untung padahal rugi karena kekurangan pencadangan Rp 7,7 triliun,” ucapnya.
“Semua indikator yang menggambarkan ketidakwajaran ini pasti bertebaran di ruang publik dan menjadi bahan obrolan para manajer investasi,” sambungnya.
Kendati demikian, Bambang mengatakan, informasi terkait kejahatan korporasi itu tidak direspons dengan baik oleh penegak hukum maupun instrumen pengawas.
Oleh karenanya, ia meminta, instrumen pengawas seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meningkatkan kompetensi memahami kejahatan korporasi, agar tak ada kesan pembiaran atas kejahatan tersebut.
“Kalau kesan pembiaran itu muncul, hancurlah iklim investasi di Indonesia karena ambruknya kepercayaan investor, baik asing maupun lokal,” pungkasnya.
Baca Juga : Firli Tanggapi Laporan Tim Hukum PDIP