TEMPO.CO, Jakarta – Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi harus menghentikan pembahasan perubahan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Revisi UU KPK).
“Kalau Presiden memiliki kesadaran dan komitmen terhadap pemberantasan korupsi, (seharusnya) meminta komisioner tidak mundur, mengajak diskusi, dan membatalkan pembahasan perubahan UU KPK,” kata Fickar kepada Tempo, Sabtu, 15 September 2019.
Apabila tiga hal tersebut tak dilakukan, kata dia, maka dapat diartikan Presiden Jokowi tak memiliki kepedulian dan komitmen terkait pemberantasan korupsi di Indonesia. “Jika tidak dilakukan berarti Presiden mempunyai sikap sebaliknya,” kata dia.
Tiga pimpinan KPK, yakni Agus Rahardjo, Laode Muhammad Syarif, dan Saut Situmorang sebelumnya menyerahkan kembali pengelolaan KPK kepada Presiden Jokowi. Agus mengatakan, lembaga antirasuah ini ibarat dikepung dari pelbagai sisi.
Dia mengeluhkan pembahasan revisi UU KPK yang terkesan sembunyi-sembunyi dan dikebut oleh pemerintah dan DPR. Di sisi lain, KPK tak pernah dilibatkan bahkan menemui kesulitan ketika meminta draf resmi kepada Kementerian Hukum dan HAM.
Rencana revisi UU KPK ini juga mendapatkan penolakan dari sejumlah kalangan, mulai dari kelompok masyarakat sipil hingga akademisi. Sebab, poin-poin perubahan pada UU Nomor 30 Tahun 2002 itu ditengarai menjadi upaya untuk melemahkan komisi antikorupsi.
Baca Juga : Terkait Kebakaran Hutan Dan Lahan, KLHK Segel 42 Perusahaan