Depok, Gatra.com – Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati mengatakan, terdapat empat poin yang harus diubah dalam paradigma Organisasi Bantuan Hukum. Pertama, Undang-undang (UU) Bantuan Hukum nomor 16 tahun 2011 harus terimplementasi dengan baik.
“Caranya bagaimana? [diberlakukan] kepada semua orang. Bukan hanya [tertuju] pada orang miskin karena uangnya, tetapi juga karena yang lain. Saat tidak punya pekerjaan, kita tahu, [akibat] dipecat secara otomatis tidak punya kekuatan lagi,” katanya di Taman Tekreasi Wiladatika, Depok, Rabu (21/8).
Kedua, lanjut Asfi, seputar pemerataan pemberian bantuan hukum oleh Organisasi Bantuan Hukum (OBH). Pasalnya, saat ini OBH masih kesulitan menjangkau beberapa daerah yang letaknya cukup jauh.
“Misalnya di kepulauan tertentu, dan daerah-daerah yang termarjinalkan. Bukan hanya karena geografis tetapi juga struktural,” jelasnya.
Selanjutnya, poin ketiga, terkait kualitas bantuan hukum. Menurut Asfi, sudah saatnya kualitas bantuan hukum ditingkatkan dari sekadar ada menjadi berkualitas.
“Tidak hanya orang kaya yang berhak mendapatkan pembelaan hukum yang berkualitas. Justru orang miskin yang memiliki hambatan struktural, tidak tahu harus kemana lagi harus mendapatkan bantuan hukum yang terbaik,” ujar Asfi.
Terakhir, ia menjelaskan, sebenarnya data yang dikumpulkan OBH bisa menjadi evaluasi bagi penegak hukum. Oleh karenanya, sistem bantuan hukum harus mengacu pada data tersebut.
Menurutnya, masih banyak kendala-kendala yang terjadi dalam proses pemberian bantuan hukum. Ia mencontohkan, sulitnya mendapatkan putusan hasil peradilan.
“Kalau empat hal ini saja diteruskan oleh pemerintah, maka jaminan konstitusional akan benar-benar terjadi. Bahkan, Indonesia bisa menjadi salah satu negara terdepan dalam pemberian bantuan hukum,” tuturnya.
Baca Juga : Komnas HAM Diminta Investigasi Persekusi Mahasiswa Papua