REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Univesitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan, pihaknya mendorong Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melakukan investigasi terkait peristiwa dugaan persekusi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. Dugaan persekusi yang melibatkan ormas dan aparat keamanan tersebut menurutnya melanggar sejumlah asas dalam penegakan hukum.
“Kami mengecam aksi pengepungan yang disertai tindakan represif oleh aparat TNI, Satpol PP, Kepolisian serta sejumlah ormas terhadap mahasiswa Papua di asrama mahasiswa Papua, Surabaya, Jawa Timur lalu. Kami mendorong Komnas HAM melakukan investigasi mendalami peristiwa ini, ” ujar Feri dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu (21/8).
Sebab, berdasarkan kronologi peristiwa, massa yang mengepung mahasiswa di asrama yang disertai dengan kalimat ancaman telah menyebabkan ketakutan terhadap mahasiswa. Selain itu, massa juga melontarkan kalimat-kalimat yang merendahkan martabat manusia yang didasarkan pada SARA.
Dia melanjutkan, tindakan tersebut melanggar asas presumption of innocent (asas penduga tak bersalah). Berdasarkan asas ini, setiap orang seharusnya dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Dalam peristiwa pengepungan mahasiswa asal Papua yang terjadi di Surabaya pada 17 Agustus 2019 yang lalu, massa langsung menghakimi sejumlah mahasiswa dengan tuduhan melakukan perusakan terhadap bendera merah putih yang dipasang di depan asrama. Padahal belum ada bukti yang kuat yang menunjukkan bahwa mahasiswa asal papua di asrama tersebutlah yang melakukan perusakan,” lanjut Feri.
Kemudian, menurutnya, tindakan aparat TNI dan massa yang merusak fasilitas asrama, melempar batu serta mengancam mahasiswa papua tersebut jelas bertentangan dengan asas praduga tak bersalah. Selanjutnya, tindakan kepolisian dengan menggunakan gas air mata terhadap mahasiswa asal Papua bertentangan dengan prinsip nesesitas, reasonable, serta proporsionalitas anggota kepolisian sebagaiman yang diatur dalam pasal 3 Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan kepolisian.
Prinsip nesesitas, kata Feri, mengatur bahwa penggunaan kekuataan dapat dilakukan jika memang diperlukan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang dihadapi. Prinsip tersebut menekankan bahwa penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian menjadi jalan terakhir jika upaya persuasif telah ditempuh terlebih dahulu dan tidak membuahkan hasil.
Adapun, prinsip reasonable menyatakan bahwa penggunaan tindakan kepolisian harus mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari ancaman atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau ancamannya bagi masyarakat. Mahasiswa Papua yang berada di asrama tersebut jelas bukanlah massa yang bersenjata.
“Mahasiswa tersebut juga tidak sedang melakukan perbuatan yang mengancam ketertiban dan keamanan masyarakat pada saat kejadian. Namun aparat menembaki mahasiswa papua yang berlindung di dalam asrama tersebut dengan tembakan gas air mata. Penggunaan gas air mata dalam peristiwa tersebut jelas melanggar prinsip reasonable mengingat tidak ada ancaman yang ditimbulkan oleh mahasiswa papua tersebut,” jelas Feri.
Hal itu pun bertentangan dengan prinsip ketiga, yaitu prinsip proporsionalitas. Prinsip proposionalitas berarti bahwa dalam penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon anggota polri sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban.
Feri lantas mengkritisi Pelibatan TNI dalam pengepungan mahasiswa asal Papua.
Menurut dia, pelibatan TNI dalam pengepungan mahasiswa Papua seperti yang terjadi pada 17 Agustus yang lalu patut kita pertanyakan.
“Peran TNI hanyalah bersifat membantu Polri yang berarti pelibatan TNI menjadi upaya terakhir jika keadaan tidak kondusif dan tidak terkendali. Kedua, TNI tetap bertugas untuk menjaga keamanan. Alih-alih menjaga keamanan, aparat TNI justru menjadi aktor perusakan sejumlah fasilitas di asrama mahasiswa Papua tersebut. Hal ini tentu bertolak belakang dengan peran TNI sebagaimana yang diatur dalam UU No. 34 Tahun 2004,” tegas Feri.
Baca Juga : KLHK Ancam Pidanakan Korporasi Terlibat Karhutla