Jakarta, CNN Indonesia — Hong Kong yang dikenal sebagai salah satu simpul perekonomian dunia kini tengah terguncang. Aksi demonstrasi besar-besaran yang telah terjadi sejak awal Juni lalu berujung kekerasan dan membuat situasi setempat kacau.
Jutaan orang dilaporkan telah turun ke jalan sejak dua bulan terakhir untuk menyuarakan pendapat.
Demo besar-besaran ini dipicu ketika pemerintah Hong membahas rancangan undang-undang ekstradisi. RUU itu memungkinkan tahanan Hong Kong termasuk warga asing diekstradisi ke China.
RUU itu dilihat sebagian besar warga Hong Kong semakin mengancam demokrasi dan hukum di wilayah bekas jajahan Inggris tersebut. Sebab meski serumpun, kebiasaan mereka sejak lama jauh berbeda. China dengan sistem politik komunis dengan Hong Kong yang liberal.
Berikut lini masa demonstrasi di Hong Kong yang telah membawa wilayah itu terperosok ke dalam krisis terburuk sejak 1997.
Februari 2019 – Biro Keamanan Hong Kong menyerahkan draf dokumen berisikan usulan amandemen undang-undang ekstradisi yang akan mengizinkan ekstradisi tahanan ke sejumlah negara, termasuk China, di luar perjanjian bilateral.
Maret 2019 – Ribuan orang turun ke jalanan Hong Kong untuk memprotes usulan RUU itu. Kamar Dagang Amerika Serikat mengungkapkan keberatan terkait RUU itu kepada Sekretaris Keamanan Hong Kong, John Lee. Washington menganggap RUU itu akan merusak reputasi Hong Kong sebagai tempat yang aman untuk bisnis.
3 April 2019 – Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, memperkenalkan amandemen undang-undang ekstradisi yang memungkinkan setiap tahanan dikirim ke China untuk diadili menurut hukum negara itu. Oposisi menilai kebijakan itu hanya akan membuat China semakin mengendalikan sistem hukum dan peradilan Hong Kong.
28 April 2019 – Puluhan ribu orang berdemo di gedung parlemen Hong Kong untuk menuntut pembatalan RUU Ekstradisi.
Lini Masa Pergolakan di Hong KongBentrok antara pengunjuk rasa dan polisi di Hong Kong. (REUTERS/Eloisa Lopez)
11 dan 14 Mei 2019 – Pertikaian pecah dalam rapat legislatif Hong Kong antara anggota pro-demokrasi dan loyalis China terkait RUU ekstradisi itu. Beberapa oposisi meneriakkan “Scrap the Evil Law”.
21 Mei 2019 – Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, menegaskan pemerintahannya tetap akan mendorong RUU itu meski memicu kritik dari warganya sendiri dan komunitas internasional.
24 Mei 2019 – Uni Eropa mengajukan nota protes “demarche” diplomatik resmi kepada Lam mengenai usulan RUU tersebut.
4 Juni 2019 – Lebih dari 120 ribu pelajar, alumni, staf, dan orang tua siswa dari 185 sekolah menengah menandatangani petisi menentang RUU ekstradisi.
6 Juni 2019 – Sebanyak 3.000 pengacara Hong Kong turun ke jalan dengan mengenakan pakaian hitam untuk memprotes RUU itu.
9 Juni 2019 – Penyelenggara protes mengatakan sekitar satu juta orang menggelar pawai unjuk rasa menentang RUU ekstradisi ke sejumlah kantor pemerintahan. Bentrokan juga terjadi antara polisi dan demonstran.
Lini Masa Pergolakan di Hong KongKerumunan massa dalam demonstrasi di Hong Kong. (REUTERS/Tyrone Siu)
10 Juni 2019 – Pemerintah Hong Kong berkeras melanjutkan pembahasan RUU ekstradisi terlepas dari unjuk rasa besar-besaran.
12 Juni 2019 – Demonstrasi kembali terjadi. Polisi menembakkan peluru karet dan 150 tabung gas air mata kepada para demonstran yang masih terus berdemo.
13 Juni 2019 – Otoritas Hong Kong menutup kantor pemerintah setelah demonstrasi yang berlangsung ricuh hari itu. Kekerasan tak terelakkan antara polisi dan pedemo.
14 Juni 2019 – Pemimpin Hong Kong Carrie Lam memutuskan menunda pembahasan RUU ekstradisi.
16 Juni 2019 – Carrie Lam menyampaikan permintaan maaf tertulis kepada publik setelah protes besar dalam dua pekan terakhir. Meski begitu, demonstrasi tetap berjalan di mana para para aktivis mendesaknya mundur.
18 Juni 2019 – Lam menegaskan pembahasan RUU ekstradisi dibatalkan, tetapi tetap menolak untuk mundur. Dia juga kembali mengucapkan permintaan maaf secara langsung.
21 Juni 2019 – Ribuan demonstran memblokade markas polisi di pekan ketiga unjuk rasa.
Lihat juga: Indonesia Desak China Segera Atasi Rusuh di Hong Kong
24 Juni 2019 – China tidak mengizinkan pertemuan G20 di Jepang untuk membahas masalah Hong Kong.
25 Juni 2019 – Aktivis Hong Kong menyerukan para pemimpin negara anggota G20 untuk membahas kemelut di kota itu.
28 Juni 2019 – Demonstran kembali mengepung di kantor pusat pemerintah Hong Kong.
1 Juli 2019 – Unjuk rasa kembali pecah di hari peringatan 22 tahun penyerahan Hong Kong dari Inggris ke China.
5 Juli 2019 – Carrie Lam meminta dipertemukan dengan mahasiswa dari sejumlah universitas sebagai bentuk mediasi unjuk rasa.
8 Juli 2019 – Kepolisian Hong Kong menahan enam orang saat demonstrasi berlangsung ricuh.
Lini Masa Pergolakan di Hong KongPolisi antihuru-hara Hong Kong menembakkan gas air mata ke arah demonstran. (REUTERS/Tyrone Siu)
9 Juli 2019 – Carrie Lam kembali menyerukan bahwa RUU Ekstradisi sudah berakhir. Meski begitu, sejumlah mahasiswa dan pemrotes lainnya tidak puas dengan pernyataan Lam tersebut.
15 Juli 2019 – Demonstrasi penolakan RUU ekstradisi kian sporadis dan mulai mendekati wilayah-wilayah perbatasan Hong Kong dengan China.
31 Juli 2019 – Puluhan demonstran yang ditangkap mulai menghadapi proses hukum.
2 Agustus 2019 – Ribuan PNS mulai ikut demonstrasi dengan tuntutan pencabutan RUU ekstradisi, mendesak pemerintah untuk tidak menyebut aksi protes selama dua bulan belakangan ini sebagai kerusuhan. Para PNS juga meminta Carrie membebaskan semua demonstran yang ditangkap dan mendirikan komisi independen untuk menyelidiki dugaan kekerasan oleh polisi selama menangani unjuk rasa.
5 Agustus 2019 – Demonstran kembali gelar unjuk rasa dan bertekad ingin lumpuhkan Hong Kong. Layanan transportasi publik ditangguhkan di sejumlah wilayah. Sebanyak 105 penerbangan menuju dan dari Hong Kong dibatalkan.
6 Agustus 2019 – Kepolisian Hong Kong menangkap 148 demonstran.
Baca Juga : KPAI Desak Polisi Hukum Maksimal Suami Bunuh Istri dan Bakar Anak