VIVA – Pemerintah dituding sebagai pelaku utama kejahatan atas pelanggaran data pribadi, lantaran tidak segera memberi payung hukum. Pernyataan ini diungkapkan Pengacara Lembaga Badan Hukum (LBH) Jakarta, Jenny Sirait.
“Kenapa negara, karena tidak cepat mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Mereka justru mendiamkan. Pelaku kejahatan kedua adalah pelaku usaha,” kata dia di Jakarta, Jumat, 2 Agustus 2019.
Jenny lalu memberi contoh pelaku kejahatan dari sisi pelaku usaha yaitu perjanjian kerja sama (MoU) antara Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri) dengan industri jasa keuangan seperti Astra Group.
Ia melanjutkan tidak ada yang tahu isi dari nota kesepakatan tersebut. Karena itu, Jenny mengaku LBH Jakarta akan mengirimkan surat permohonan untuk mengetahui isi dari perjanjian itu untuk mendalaminya.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Kelompok Kerja (Pokja) Hukum, Cendy Adam, menyebut saat ini data pribadi menjadi polemik. Baik pemerintah maupun swasta diketahui terus melakukan pengumpulan data, seperti data pribadi dan data kependudukan.
“Itu adalah elemen-elemen dari data kependudukan. Negara wajib memberi dokumen kependudukan jika ada masyarakat yang menyerahkan data pribadi. Untuk pembuatan dokumen satu individu setidaknya menyerahkan 31 data pribadi,” ungkap Cendy.
Menurutnya hal ini diatur dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan, di mana pemerintah juga menyelenggarakan perlindungan atas data yang diserahkan oleh masyarakat. Pemerintah juga wajib mengelola data hanya untuk kepentingan pembangunan.
Baca Juga : Kominfo Siapkan Sarasehan Nasional Tentang Kasus Kimi Hime