WASHINGTON, iNews.id – Empat warga negara China didakwa melakukan transaksi keuangan dengan perusahaan Korea Utara (Korut) yang dikenai sanksi lantaran terlibat dalam produksi senjata pemusnah massal. Hal itu diungkapkan Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS), Selasa (23/7/2019).
Ma Xiaohong, kepala Dandong Hongxiang Industrial Development Co Ltd (DHID) dan tiga eksekutif utama perusahaan China, didakwa oleh dewan juri federal di New Jersey.
Tiga eksekutif DHID lainnya yang didakwa diidentifikasi sebagai Manajer Umum Zhou Jianshu, Wakil Manajer Umum Hong Jinhua, dan Manajer Keuangan Luo Chuanxu.
“Melalui penggunaan lebih dari 20 perusahaan, para terdakwa dituduh berusaha mengaburkan transaksi keuangan ilegal atas nama entitas Korea Utara yang terkena sanksi yang terlibat dalam proliferasi senjata pemusnah massal,” kata asisten jaksa agung John Demers, seperti dilaporkan AFP, Rabu (24/7/2019).
“Ma, perusahaannya, dan karyawannya mencoba menipu Amerika Serikat dengan menghindari pembatasan sanksi dan melakukan bisnis dengan proliferasi senjata pemusnah massal,” kata Jaksa AS, Craig Carpenito.
Seorang juru bicara Departemen Kehakiman mengatakan, empat eksekutif DHID tidak dalam tahanan AS dan diyakini tinggal di China.
DHID, dalam surat dakwaan, bermarkas di Kota Dandong, China, di Provinsi Liaoning di sepanjang perbatasan dengan Korea Utara dan bisnis utamanya adalah perdagangan impor dan ekspor dengan Korea Utara.
DHID diduga mendirikan perusahaan-perusahaan terdepan untuk bekerja dengan Korea Kwangson Banking Corp (KKBC) yang berbasis di Korea Utara, yang memiliki hubungan dengan dua perusahaan Korea Utara lain yang juga terkena sanksi; Tanchon Commercial Bank (Tanchon) dan Korea Hyoksin Trading Corporation (Hyoksin).
Tanchon dan Hyoksin dikenai sanksi AS karena hubungannya dengan Korea Mining Development Trading Co. (KOMID), yang dianggap AS sebagai dealer senjata utama Korea Utara dan pengekspor utama barang dan peralatan yang terkait dengan rudal balistik dan senjata konvensional.
Ma, Zhou, Hong, dan Luo terancam hukuman maksimum 20 tahun penjara dan denda 1 juta dolar karena melanggar Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA).
Mereka juga terancam hukuman penjara maksimum lima tahun karena konspirasi melanggar IEEPA dan maksimum 20 tahun penjara karena adanya konspirasi.
Baca juga : Pejabat AS: Konsensus dan Hukum Bukan Kunci Penyelesaian Sengketa Arab-Israel