Jakarta, medcom.id : Komisi III DPR tak langsung menyetujui pertimbangan amnesti terdakwa kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril Maknun. Komisi III akan mengkaji pertimbangan itu.
“Komisi III sebagai komisi hukum hanya karena katakanlah melihat satu sisi kemudian tidak melakukan kajian. Karena itu kami perlu melakukan kajian terhadap beberapa hal,” kata Arsul di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu ,17 Juli 2019.
Jika melihat aspek keadilan retributif atau keadilan berbasis pembalasan hukuman tindak pidana yang dilakukan seseorang. Arsul menilai Mahkamah Agung memiliki landasan hukum menolak peninjauan kembali (PK) Baiq Nuril. Namun, perlu dilihat juga aspek keadilan restoratif kepada yang bersangkutan.
“Kalau restoratif yang memperhatikan semuanya artinya kepentingan masyarakat luas kemudian juga kepentingan terdakwa sendiri dan kepentingan korbannya ini kan aspirasi yang juga harus kami pertimbangkan,” terang Arsul.
Salah satu yang menjadi bahan kajian Komisi III, adalah dakwaan Pasal 27 ayat 1 UU ITE yang menjadi dasar dakwaan dan menjadi dasar hukuman pidana Baiq Nuril. Serta mencermati vonis pengadilan di tingkat pertama Pengadilan Negeri sampai tingkat kasasi dan tingkat PK.
“Kan yang bikin DPR sama pemerintah seperti apa risalahnya kita buka lagi dan yang terakhir tadi suara keadilan yang disampaikan oleh teman-teman elemen masyarakat harus kita blending,” terang Arsul.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) Nuril. Dia dianggap bersalah telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kasus ini bermula saat Baiq Nuril menerima telepon dari kepala sekolah (kepsek) berinisial M pada 2012. M bercerita tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang dikenal Nuril. Merasa dilecehkan, Nuril merekam perbincangan tersebut.
Pada 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram sehingga M marah. Dia melaporkan Nuril ke polisi. M menilai tindakan Nuril membuat malu keluarganya. Akibat laporan itu, Nuril menjalani proses hukum hingga persidangan.
Pengadilan Negeri Mataram memvonis bebas Nuril. Namun, jaksa mengajukan banding hingga tingkat kasasi. MA kemudian memberi vonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta karena dianggap melanggar Pasal 27 ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008.
Kasus ini menimbulkan polemik. Baiq Nuril dinilai sebagai korban pelecehan seksual dalam percakapan itu. Presiden Joko Widodo mempersilakan Baiq Nuril mengajukan amnesti.
Baca Juga : Seorang Ibu Muda Jadi DPO Karena Gelapkan Uang Rp 2 Miliar