JAKARTA, KOMPAS.com – Gerakan Anti Korupsi Lintas Perguruan Tinggi meminta Kejaksaan Agung memberi hukuman maksimal kepada seluruh anggotanya yang terlibat kasus dugaan suap yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Mendesak Kejaksaan Agung untuk menindak, menuntut, dan menghukum seberat-beratnya semua aparaturnya yang terlibat dalam tidak pidana korupsi ini dan melakukan pembenahan internal yang lebih menyeluruh,” ujar Koordinator Gerakan Anti Korupsi Lintas Perguruan Tinggi Ibong Syahruza di Kompleks Universitas Indonesia Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (3/7/2019).
Ia pun mengaku prihatin dengan terulangnya jaksa yang ditangkap karena kasus dugaan korupsi serta menyesalkan penanganan dua jaksa berstatus saksi oleh Kejaksaan Agung.
Maka dari itu, mereka juga meminta Kejaksaan Agung melakukan pembenahan secara internal demi memulihkan kepercayaan masyarakat. Selain itu, ia juga mendesak KPK mengusut tuntas pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut.
“Kami menuntut KPK agar membongkar dugaan tindak pidana korupsi ini dan mengusut siapapun yang terlibat tindak pidana korupsi ini sampai tuntas tanpa pandang bulu,” ujarnya.
Ibong juga mengingatkan bahwa KPK memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan dan menelaah instansi lain yang berwenang memberantas korupsi.
Hal itu tertuang dalam Pasal 6, 7, 8, dan 9 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Begitu pula dengan wewenang KPK untuk mengambil alih penyelidikan maupun penuntutan terhadap koruptor yang sedang ditangani kepolisian atau kejaksaan.
KPK sebelumnya melakukan OTT pada 28 Juni 2019. Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Agus Winoto (AWN), Sendy Pericho (SPE) dari pihak swasta, dan Alvin Suherman (AVS) berstatus pengacara.
Terdapat barang bukti uang tunai dalam mata uang asing yang diamankan KPK dari lokasi, yaitu sekitar 21.000 dollar Singapura.
Jika dikurskan ke rupiah per tanggal 28 Juni 2019, 21.000 dolar Singapura setara dengan Rp 218.970.150.
Sementara, dua jaksa yang ikut dijaring dalam OTT, yaitu Kepala Subdirektorat Penuntutan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Yadi Herdianto dan Kepala Seksi Keamanan Negara dan Ketertiban Umum Yuniar Sinar Pamungkas, tidak ditetapkan sebagai tersangka, hanya dijadikan saksi.
Baca Juga : Tujuh Isu Krusial Masih Alot, RKUHP Belum Bisa Tuntas Juli