harianterbit.com — Pemilu Serentak baru saja usai, sebagai ujud dari penunaian Hak-hak Rakyat alhamdulillah telah terlaksana de xngan aman damai dan penuh sukacita. Rakyat indonesia telah menunaikan hak dan kewajibanya dalam Pemilu Legislatif dan Pil Pres secara serentak pada tgl 17 April 2019 dengan gairah sukacita ini ujud kesadaran Rakyat Indonesia dalam berkhidmat dan cermin ketaatan kepada aturan dan tatacara berbangsa dan bernegara serta menjaga prinsip-prinsip demokrasi guna memilih Pemimpin yang amanah dan maslahat.
Sesuai Prinsip Islam Tasharruful imam ‘ala al ra’iyyah manutun bi al maslahat, yang berarti bahwa kebijakan seorang Pemimpin terhadap rakyatnya bergantung pada kemaslahatan, maka dalam ajaran Islam memilih pemimpin itu hukumnya wajib, artinya da’wah para Ulama dan Para Pemuka Agama telah menembus kesadaran Masyarakat. Hal ini terbukti dengan partisipasi rakyat yang meningkat tajam menggunakan hak pilihnya hingga mencapai 87%, ini kepesertaan tertinggi sepanjang sejarah Pemilu di Indonesia setelah Pemilu tahun 1955. Tentu saja peran KPU sebagai Penyelenggara Pemilu yang sah di Republik ini sangat besar dan wajib diapresiasi oleh Masyarakat dan seluruh Kontestan Pemilu.
Bangsa Indonesia telah sepakat dan meletakan dasar dari kesepakatan Penyelenggaraan Hak-Hak Rakyat melalui UUD45 yang diatur sangat jelas di dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 ayat (1), Pasal 6A (1), Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22C (1) Pasal 27 ayat (1) dan (2);
Pasal 28, Pasal 28 huruf D ayat (3), Pasal 28 huruh E ayat (3), yang selanjutnya diatur secara khusus melalui UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan segala turunanya. Maka siapapun wajib taat dan menjaga Pelaksanaan Pemilu tanpa kecuali.
Masyarakat diberikan peran untuk menjaga mengawasi pada setiap proses dan tahapan Pemilu. Sampai di TPS masyarakat dibuka ruang dan akses yang sangat demokrasi dan transparan dari pendaftaran, pemberian Kertas Suara hingga masuk bilik suara dan peneraan tinta tanda telah menggunakan hak pilihnya, merekap sampai menghitung dan mencatatkan dalam papan suara. Semuanya diawasi masyarakat secara terbuka dengan melibatkan petugas KPPS, saksi peserta Pemilu dan Panwas.
Bila terjadi hal-hal yang dianggap tidak sesuai, maka disinilah para kontestan Pemilu dan masyarakat serta Pengawas Pemilu sesuai tahapanya diberikan ruang untuk mengadukan ke Panwas, hingga Bawaslu. Peserta Pemilu berhak terus mengawal proses-proses rekapitulasi hingga dipastikan suara rakyat sampai kepada yang dipilihnya. karena Suara Rakyat adalah amanah.
Pernyataan Paslon 02 dalam bentuk pengumuman atau Deklarasi Pernyataan Kemenangan di Publik sejak tanggal 17 , 18, 20 April 2019 yang diekspose oleh berbagai media dan diviralkan melalui Medsos di ranah Cyber, yang menyatakan bahwa Paslon no 02 menang dan mendeklarasi sebagai presiden dan wakil presiden RI yang sah.
Selanjutnya pada tanggal 14 Mei Paslon 02 Prabowo Subianto membuat pernyatan yang isinya menolak hasil PilPres tapi tidak menolak hasil Pileg, sebelum Pengumuman resmi oleh KPU yang akan dilakukan pada tgl 22 Mei 2019 pekan depan. Serangkaian tindakan dan perbuatan tersebut hemat kami telah mengingkari dan melanggar konstitusi, yakni UUD 1945 Pasal 22 huruf E ayat (5) dan Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu Jo Pasal 107 KUHP.
Demikian pula pernyataan Pak Prabowo, Amin Rais , para Timses dan para Pendukung Paslon 02 yang menuduh KPU curang dan menekan KPU agar nenghentikan Situng KPU adalah jelas-jelas tindakan yang melawan hukum dan mengancam hak Peserta Pemilu lainya dan mengancam demokrasi. Pernyaataan Paslon No 2 yang menyatakan Demokrasi sedang diperkosa dengan menyerukan untuk menolak hasil Pemilu adalah tindakan yang yang sudah jelas melawan UUD45 dan UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Umum.
Ketentuan UUD45 Pasal 22 huruf E ayat (5) berbunyi : Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
Pada UU Pemilu No 7 Tahun 2017, Pasal 280 ayat (1) jelas diatur : “Pelaksana, peserta, dan tim kampanye dilarang melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan atau Peserta Pemilu yang lain”.
Lalu apakah Pernyataan kemenangan dan deklarasi sebagai Presiden dan Wapres yg dilakukan oleh Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebagai Paslon yg dilakukan di muka Umum bukan perbuatan Pidana ?
Dalam tindak Pidana seperti dimaksud apakah tidak termasuk tindak pidana yg dapat dikwalifikasi sebagai tindakan Makar??
Apakah Makar?
KUHP pasal 107 berbunyi sebagai berikut :
(1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Pak Prabowo meminta kepada pendukungnya secara terbuka agar menghentikan Situng KPU dan menolak Hasil Pilpres, maka bila mengacu kpd UUD 45, UU Pemilu dan Pasal 107 KUHP tindakan tersebut telah memenuhi kuwalifikasi sebagai tindakan makar.
Maka dihimbau kepada Semua pihak baik Paslon 01 maupun Paslon 02 untuk tetap bersabar & menunggu pengumuman dan penetapan resmi dari KPU yang akan diumumkan pada tgl 22 Mei 2019 sambil terus mengawal Rekapitulasi pada setiap tahapan dan mengumpulkan smua bukti bila diduga terjadi pelanggaran untuk disampaikan kepada Bawaslu dan ke MK bila membawa sengketa Pilpres ini sebagai saluran Hukum yang disediakan oleh UUD 45
Sebagaimana pelanggaran yang di laporkan oleh paslon 02 keoada Bawaslu dan Bawaslu menerbitkan Keputusan Bawaslu no 07/LP/PP/ADM/RI/00.00/V/2019 terkait pwlanggaran yg dilakukan KPU atas Proses pendaftaran lembaga Quick Count dan Entry data di Sistem Informasi Pungutan Suara (Situng) atas real count KPU Pilpres 2019, inilah mekanisme yg diatur konstitusi dan UU, jd bukan dengan cara memprovokasi masyarakat untuk menolak hasil Pemilu dan mengerahkan massa pendukungnya untuk menekan KPU dan menolak hasil Pilpres, bila hasilnya tidak memenangkan Pasangan O2.
Bila Paslon O2 akan menolak hasil Pilpres berarti juga menolak hasil Pemilihan Umum Legislatif, ini berarti Gerindra tidak akan mengirimkan wakilnya di Parlemen, agar tidak terjadi ambiguitas. menolak hasil Pilpres tapi menerima Pileg, karena Pemilu diselenggarakan Serentak dengan menggunakan DPT dan instrumen yang sama. Pernyataan nenolak Hasil Pilpres harus juga dimaknai menolak Hasil Pemilu Legislatif dan DPD karena rezim Pemilu Serentak, jadi tidak bisa Paslon 02 hanya menolak hasil Pilpres saja dan menerima hasil Pileg.
Perlu diingat pada Pemilu Serentak kali ini rakyat telah berkorban bahkan dengan nyawanya,
sampai hari ini tercatat 485 Jiwa petugas KPPS meninggal dunia, ribuan lebih sakit dan ratusan Petugas Panwas meninggal dunia dan ratusan sakit demi mengawal Demokrasi dan hak2 rakyat, lalu apakah Pengorbanan pahlawan Demokrasi ini harus disia siakan..??
Pengorbanan jiwa raga Rakyat yang luar biasa untuk Pemilu Damai jangan dinodai oleh pernyataan-pernyataan dan narasi yg membuat ketegangan di Masyarakat apalagi menghasut dan memprovokasi masyarakat untuk menolak hasil Pil Pres dan mengajak massa turun ke jalan menciptakan Parlemen Jalanan, tapi marilah kita bersama menjaga dan mengawal Proses Pemilu ini sampai ahir dimumkanya hasil Pemilu pada tanggal 22 Mei pekan depan.
Mendukung sikap dan kesadaran masyarakat yang saat ini sudah mulai membangun silaturahim insaniah yang semula sempat tersekat karena perbedaan pilihan dalam PilPres, karena Sejatinya Pemilu itu adalah pemenuhan hak rakyat dan bukan pemenuhan ambisi elit Politik. Semoga Indonesia berhasil melewati ujian di Bulan Ramadhan ini, agar keberkahan senantiasa Alloh limpahkan dan Indonesia menjadi role model Negara Perpenduduk Muslim terbesar di Dunia yang penuh rahmah dan kedamaian.
Dr. H. Ikhsan Abdullah, SH.MH, Ahli Hukum,
Wakil Ketua Komisi Hukum& Perundang-undangan MUI
Baca Juga : “People Power” Akhirnya Akan Mencari Legitimasi Konstitusional