TRIBUN-VIDEO.COM – Jajaran Direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berpotensi dijerat kasus tindak pidana korupsi. Hal ini karena tidak ada kepastian hukum di antara Undang-Undang Keuangan Negara, UU BUMN, dan UU Perusahaan Terbatas.
Salah satu contoh kasus BUMN adalah aksi bisnis PT Pertamina (persero) ketika mengakuisisi Blok Basker, Manta, & Gummy (BMG) di Australia pada 2009. Kasus ini menjerat mantan Dirut PT Pertamina, Karen Agustiawan, dan beberapa orang lainnya.
Ahli Hukum Administrasi Negara dari Universitas Indonesia (UI), Dian Puji Simatupang, mengatakan secara normatif status hukum BUMN dapat dikategorikan ke aturan keuangan negara.
Menurut dia, itu sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48 Tahun 2013 yang menyebutkan “kekayaan yang dipisahkan pada BUMN merupakan bagian dari keuangan negara”.
Namun, menurut dia, pengelolaan keuangan tetap mengacu pada UU Persero Terbatas dan BUMN. Berdasarkan prinsip UU itu, kata dia, tindakan korporasi masih dapat dikoreksi sendiri.
“BUMN itu apakah makhluk publik apa privat dan kerumitan menyebabkan pradoks,” kata Dian, dalam sesi diskusi di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (8/5/2019).
Sehingga, dia menilai, sangat prematur dan tidak cermat apabila jaksa menyatakan tindakan korporasi sebagai tindakan melawan hukum pidana. Jika, situasi ini dipelihara, maka dikhawatirkan iklim berusaha atau kepastian hukum akan semakin dipertanyakan.
Selain itu, kata dia, hal ini berpotensi memberikan dampak buruk bagi pengelolaan BUMN, karena tidak ada kepastian hukum bagi pengurus BUMN yang beritikad baik.
“Tidak hanya perlu revolusi peraturan undang-undang di bidang BUMN. Tetapi juga perombakan besar memperjelas apapun BUMN itu badan privat. Tujuan untuk memajukan BUMN,” tambahnya.
Sementara itu, Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Arie Gumilar, mengatakan melihat ketiga undang-undang itu terdapat inkonsistensi aturan sehingga menjadi celah untuk mengkriminalisasi pejabat di BUMN.
“Dengan tuntutan atau gugatan yang namanya tindak pidana korupsi. Ini tidak hanya menjerat direksi, tetapi juga pekerja,” kata dia.
Atas hal tersebut, pihak FSPPB sudah mendaftarkan permohonan Uji Materiil atau Judicial Review ke MK atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Ada beberapa pasal diantaranya pasal 2 dan pasal 3 yang mengatakan setiap orang secara melawan hukum. Ada dua kata kunci, pertama setiap orang, (kedua,-red) merugikan kerugian negara. Ini digunakan sebagai tuntutan jaksa,” tambahnya.
Ini merupakan acara di Focus Group Discussion bertema “Paradoks BUMN: Binis Harus Selalu Untung yang diselenggaran Forum Masyarakat Peduli BUMN di Jakarta, Rabu (8/5/2019).
Narasumber yang hadir dalam FGD tersebut di antaranya adalah Arie Gumilar (Presiden FSPBB), Dr. Dian Puji N. Simatupang, S.H., M.H (Hukum Keuangan Publik), Irmansyah Ak., MPA, CISA (Auditor Keuangan Negara), Dr. Rayendra Prasetya, S.H., M.H (DNd Law Firm), Dr. Drs. Prasetio, Ak, S.H., M.Hum (Ex. Dirut Peruri, Ex. Direktur Telkom), Ir. Hadi Ismoyo (IATMI), Ir. Hotasi D.P. Nababan, M.S.C.E, M.S.T.P (Ex. Dirut Merpati).
Baca Juga : Jebakan Jerat Hukum Direksi BUMN akibat Inkonsistensi UU