Pemerintah Diminta Tidak Terburu-buru Mengesahkan RKUHP
Pemerintah Diminta Tidak Terburu-buru Mengesahkan RKUHP

Pemerintah Diminta Tidak Terburu-buru Mengesahkan RKUHP

TEMPO.CO, Jakarta – Aliansi Nasional Reformasi RKUHP mendesak pemerintah agar tidak terburu-buru mengesahkan rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP). “Karena RKUHP masih memiliki banyak permasalahan,” kata Maidina Rahmawati, anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP dari ICJR, dalam diskusi di Bakoel Koffie, Jakarta, Ahad, 5 Mei 2019.

RKUHP akan dibahas kembali di masa sidang V 2018/2019, pada 8 Mei 2019. Pembahasannya sempat tertunda sejak 3 Desember 2018 hingga selesainya Pemilu 2019.

Maidina menuturkan, sepanjang pembahasan di DPR, pemerintah terus menyatakan bahwa mereka melakukan pembahasan intensif. Bahkan, pada 15 Desember 2018, Muladi, tim pemerintah dalam pembahasan RKUHP menyatakan pembahasan sudah selesai 95 persen.

Pasca pemilu, anggota Komisi Hukum DPR, Taufiqulhadi menyatakan pembahasan RKUP sudah selesai 99 persen. “Berbagai klaim tersebut tidak sejalan dengan apa yang Aliansi Nasional Reformasi KUHP kawal selama ini,” kata Maidina.

Dalam rapat terbuka RKUHP terakhir pada 30 Mei 2018, Maidina mengatakan pemerintah mempresentasikan pending issue dalam RKUHP yang hanya menjadi 9 poin. Padahal, permasalahan RKUHP jauh melebihi jumlah itu.

Sementara sampai dengan draft sidang terbuka versi 28 Mei 2018 dan draft internal pemerintah terakhir yang didapat 9 Juli 2018, aliansi mencatat sedikitnya ada 18 permasalahan yang belum terselesaikan dalam RKUHP.

Masalah yang pertama adalah pola penghitungan pidana diklaim tim pemerintah melalui metode tertentu, namun tidak pernah dijelaskan secara detil. Kemduian, masalah pengaturan hukum yang hidup di masyarakat yang akan memberikan ketidakpastian hukum. Lalu ada aasalah pidana mati yang seharusnya dihapuskan, dan minimnya alternatif pemidanaan dengan syarat yang ketat.

Selanjutnya masalah pengaturan tindak pidana korporasi masih tumpang tindih antarpasal dalam RKUHP, masalah pengaturan makar yang masih tidak merujuk pada makna asli “serangan”, masalah kriminalisasi promosi alat kontrasepsi yang bertentangan dengan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS.

Masalah lainnya adalah kriminalisasi semua bentuk persetubuhan di luar perkawinan yang justru akan melanggengkan perkawinan anak. Masalah kriminalisasi aborsi belum disesuai dengan pengecualian dalam UU Kesehatan. Masalah kriminalisasi tindak pidana contempt of court yang membuat rumusan karet berpotensi mengekang kebabasan berpendapat, termasuk pers.

Kemudian masalah pengaturan tindak pidana penghinaan yang masih memuat pidana penjara sebagai hukuma, masalah wacana kriminalisasi hubungan sesama jenis yang akan menimbulkan stigma terhadap orang dengan orientasi seksual berbeda.

Ada lagi soal pengaturan tindak pidana perkosaan yang mengalami kemunduran rumusan, masalah hadirnya kembali pasal-pasal kolonial yang sudah tidak relevan untuk masyarakat demokratis.

Masalah berikutnya berupa rumusan tindak pidana penghinaan terhadap agama, yang justru tidak menjamin kepentingan hak asasi manusia untuk memeluk agama. Kemudian masalah tindak pidana korupsi yang akan melahirkan duplikasi rumusan, dan masalah tindak pidana pelanggaran HAM yang berat masih diatur tidak sesuai dengan standar HAM secara internasional.

Baca juga: KPK Akui Masih Butuh Penyidik Dari Polri

Silahkan tinggalkan komentar tapi jangan gunakan kata-kata kasar. Kita bebas berpendapat dan tetap gunakan etika sopan santun.

TERPOPULER

TERFAVORIT

Dikukuhkan Jadi Ketua Dewan Pembina KAI, Bamsoet : Pekerjaan Rumah Kita Banyak untuk Sektor Penegakan Hukum
September 27, 2024
Lantik Pengurus, Ketua Presidium DPP KAI: Kita Wujudkan AdvoKAI yang Cadas, Cerdas, Berkelas
September 27, 2024
Dihadiri Ketua Dewan Pembina Sekaligus Ketua MPR RI, Pengurus DPP KAI 2024-2029 Resmi Dikukuhkan
September 27, 2024
Audiensi Presidium DPP KAI – Menkum HAM RI: Kita Mitra Kerja!
September 7, 2024
Diangkat Kembali Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI), Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pembentukan Dewan Advokat Nasional
July 25, 2024