REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memperkuat Surat Keputusan Bersama (SKB) untuk percepatan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) terjerat korupsi yang sudah memiliki putusan inkrach. Putusan tersebut menjawab gugatan dari PNS Pemerintah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau yang pernah divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi pada Tahun 2012 dengan menggugat Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Berdasarkan putusan MK Nomor 87/PUU-XVI/2018 tersebut, pemberhentian tidak dengan hormat berlaku bagi mereka berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht) karena melakukan perbuatan yang ada kaitannya dengan jabatan, seperti korupsi, suap, dan lain-lain. Sedangkan untuk tindak pidana umum, seperti perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain tanpa perencanaan dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri Bahtiar mengatakan, SKB yang dibuat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), bukanlah produk hukum baru. Surat itu adalah penegasan agar kepala daerah selaku pejabat pembina kepegawaian menjalankan kewajiban sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN.
Prinsipnya SKB tersebut tidaklah membuat hukum baru. “SKB tersebut menegaskan dan mengimbau pejabat pembina kepegawaian agar menjalankan kewajibannya sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN untuk memberhentikan dengan tidak hormat (PTDH) terhadap PNS yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrach),” kata Bahtiar di Jakarta, Sabtu (27/4).
Dengan demikian, SKB tersebut masih sejalan dengan putusan MK. Kemendagri meminta kepala daerah segera melaksanakan putusan tersebut paling lambat 30 April 2019. “SKB tersebut sejalan dengan putusan MK dan kepala daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian diberi batas waktu melaksanakan putusan tersebut paling lambat tangga 30 April 2019,” tegas Bahtiar.
Baca Juga : Otto Hasibuan Tegaskan Urgensi Pembentukan Hukum Perikatan Nasional