Otto Hasibuan Tegaskan Urgensi Pembentukan Hukum Perikatan Nasional
Otto Hasibuan Tegaskan Urgensi Pembentukan Hukum Perikatan Nasional

Otto Hasibuan Tegaskan Urgensi Pembentukan Hukum Perikatan Nasional

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Mantan Ketua Umum (Ketum) DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Prof Dr Otto Hasibuan menegaskan kembali pentingnya pembaruan Hukum Perikatan Nasional karena sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.

Otto menjelaskan, rancangan pembentukan Undang-Undang Perikatan tersendiri telah menjadi wacana beberapa waktu terakhir untuk menggantikan ketentuan tentang perjanjian yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW).

Dia menuturkan, hal itu karena Hukum Perikatan Nasional dibentuk berdasar perkembangan global baik dari sisi bisnis maupun prinsip hukum di masyarakat.

“Meskipun berasal dari Belanda, di sana sendiri sudah mulai dirubah tapi di sini masih mengikuti yang lama,” terang Prof Otto, saat menghadiri acara seminar nasional bertema Pembentukan Undang Undang Hukum Perikatan Nasional di Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga Surabaya yang digelar oleh Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan (APHK) Indonesia, Sabtu (27/4/2019).

Menurut Tokoh Fenomenal Seputar Indonesia RCTI 2016 ini,masih banyak hal yang tidak diatur dalam undang-undang, bahkan ada yang diatur tapi disimpangi dalam praktek melalui putusan hakim.

“Jadi urgensinya di sini,” ujarnya.

Sebagai praktisi hukum pihaknya mengatakan tidak boleh menutup mata terhadap perkembangan-perkembangan hukum dalam praktek, mengingat sudah tidak ada batasan komunikasi dan sosialisasi antarnegara.

Seperti halnya dalam transaksi bisnis, saat ini hukum sudah banyak dipengaruhi oleh hukum-hukum dari Anglo Saxon atau dikenal juga dengan Common Law.

“Jadi karena praktek-praktek di Common Law sekarang sudah diterima secara faktual oleh masyarakat Indonesia, maka boleh saja hal ini kita adopsi sebagai hukum kita, tetapi pondasi hukum dari Civil Law itu tetap dipertahankan,” katanya.

“Pondasi tetap, tetapi isinya boleh mengadopsi sesuai dengan perkembangan zaman,” lanjut Otto,

Seminar Rancangan pembentukan Undang-Undang Perikatan tersendiri telah menjadi wacana beberapa waktu terakhir untuk menggantikan ketentuan tentang perjanjian yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW).

Ide tersebut telah lama mengemuka, terakhir disuarakan lagi saat berlangsungnya Konferensi ke-5 Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan di Jakarta, pada Oktober tahun lalu.

Otto Hasibuan menjelaskan, dari kacamata Peradi, urgensi Hukum Perikatan Nasional dibentuk berdasar perkembangan baik dari sisi bisnis maupun prinsip hukum yang berkembang di masyarakat.

Sementara itu, dalam sambutan seminar, Jaksa Agung Muda Pengawas, M. Yusni, SH, MH, selaku Ketua Ikatan Alumni FH Unair, mengungkapkan, dalam proses pembentukannya, Hukum Perikatan Nasional tetap harus merujuk pada BW. Ditambah yurisprudensi dan perbandingan dengan beberapa negara lain. Seperti Jerman, Belanda, Perancis, dan Jepang, dan sumber hukum dari model-model hukum termasuk perkembangan kontrak dagang internasional.

“Penyesuaian terhadap Hukum Perikatan universal perlu segera dilakukan sesuai perkembangan dan tantangan jaman saat ini,” terang Yusni.

Belanda sendiri memang sudah memiliki Nieuw Burgerlijk Wetboek yang sudah mengakomodasi perkembangan hukum perdata terbaru. Isinya sudah sangat berbeda dibanding BW yang dulu diterapkan di Indonesia berdasarkan asas konkordansi. Meskipun demikian, APHK tak melakukan revisi terhadap hukum perjanjian Buku III BW.

“Hukum Perikatan Nasional ini akan diuji apakah mengikuti perkembangan pelaku usaha misal dalam kemungkinan terjadinya sengketa,” sambungnya.

Agenda pembentukan Perikatan Hukum Nasional saat ini merujuk Kitab Undang-Undang Hukum Perdata warisan Belanda yang disusun pada 1848. Artinya, ketentuan BW sudah sangat usang sehingga diperlukan aturan-aturan baru untuk mengatur fenomena-fenomena hukum yang tidak diatur dalam KUH Perdata.

Dalam kesempatan yang sama, Nurul Barizah, S.H. LL. M, Ph.D, Dekan FH Unair menambahkan, kontes liberalisasi dan globalisasi kian tak terbendung dan perlu kesiapan serta konsekuensi.

“Dengan kehadiran era industri 4.0 kita harus bisa dan siap, belum tuntas sudah hadir society 5.0. Perubahan itu sangat cepat dan dinamis dan itu semua digerakkan oleh kepentingan ekonomi. Transaksi makin pesat dan siapkah hukum nasional kita untuk menjalankan seperti itu,” papar Nurul Barizah.

Ia menambahkan, hukum nasional saat ini masih memegang prinsip lama yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan liberalisasi ekonomi dan teknologi yang sangat pesat. Sementara Negara lain telah menjalani hukum kontrak baru yang disepakati bersama.

“Saya berharap para pemangku kepentingan dapat meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran, untuk menuntaskan naskah akademik RUU Hukum Perikatan Nasional,” pungkas Dekan Fakultas Hukum Unair tersebut. Selain Otto Hasibuan, acara ini turut menghadirkan para praktisi hukum seperti Guru Besar FH Unair, Prof Sogar, Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Bidang Non Yudisial, Dr. H Sunarto, Kepala BPHN, Prof Dr. Benny.

Baca Juga : Supremasi Hukum di Negara Hukum

Silahkan tinggalkan komentar tapi jangan gunakan kata-kata kasar. Kita bebas berpendapat dan tetap gunakan etika sopan santun.

TERPOPULER

TERFAVORIT

Dikukuhkan Jadi Ketua Dewan Pembina KAI, Bamsoet : Pekerjaan Rumah Kita Banyak untuk Sektor Penegakan Hukum
September 27, 2024
Lantik Pengurus, Ketua Presidium DPP KAI: Kita Wujudkan AdvoKAI yang Cadas, Cerdas, Berkelas
September 27, 2024
Dihadiri Ketua Dewan Pembina Sekaligus Ketua MPR RI, Pengurus DPP KAI 2024-2029 Resmi Dikukuhkan
September 27, 2024
Audiensi Presidium DPP KAI – Menkum HAM RI: Kita Mitra Kerja!
September 7, 2024
Diangkat Kembali Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI), Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pembentukan Dewan Advokat Nasional
July 25, 2024