JAKARTA, Okezone.com – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI, Yasonna H Laoly mengatakan, pentingnya penguatan kerja sama antarnegara-negara ASEAN dalam memerangi kejahatan transnasional melalui mekanisme Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLA) atau bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana yang sudah ada sejak 2004.
Pertemuan 9th Meeting of the Senior Officials on the Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (Among Like-Minded ASEAN Member Countries) (SOMMLAT ke-9) dan 6th Meeting of Attorneys General/Ministers of Justice and Minister of Law on the Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (Among Like-Minded ASEAN Member Countries) (AGs/Ministers Meeting on MLAT ke-6) di Yogyakarta pada 23-25 April 2019, merupakan salah satu langkah upaya peningkatan kerja sama tersebut.
“Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang sangat pesat membuat kejahatan transnasional menjadi tumbuh cepat dengan berbagai bentuk. Masalah ini tentunya bukanlah sesuatu yang mudah bagi sebuah negara dalam memberantasnya, namun diperlukan komitmen yang sama dari para penegak hukum pada tingkat kawasan regional maupun global,” kata Yasonna melalui siaran persnya, Rabu (24/4/2019).
Yasonna mengatakan, perjanjian MLA merupakan platform yang sangat penting dan telah digunakan sebagai dasar hukum dalam memperoleh bantuan dari negara-negara ASEAN. Sejak penandatanganan perjanjian MLA antar negara-negara ASEAN pada 3rd Meeting of Attorney General and Minister of Law and Justice di Kuala Lumpur, Malaysia tanggal 29 November 2004 yang lalu, kerja sama ini sudah mencapai kemajuan yang positif, yang tercermin dalam penyimpanan instrumen perjanjian MLA tersebut oleh semua negara anggota ASEAN.
Kerja sama ASEAN di bidang MLA terhadap perjanjian tersebut, menurut Yasonna, mencerminkan komitmen para penegak hukum ASEAN untuk bekerja sama melalui bantuan hukum timbal balik. Utamanya untuk meningkatkan keterlibatan ASEAN Central Authorities (Otoritas Pusat ASEAN) dalam proses penanganan kerja sama hukum lintas batas negara.
“Sejumlah masalah yang dapat menghambat implementasi perjanjian MLA antara lain adalah perbedaan sistem hukum tiap negara dan mekanisme pelaksanaan di negara-negara anggota ASEAN. Namun dengan mengedepankan semangat kerja sama regional, Indonesia sudah banyak memperoleh bantuan hukum dari negara-negara ASEAN lainnya,” ujarnya.
Sejumlah masalah penting yang akan dibahas pada pertemuan senior official, terutama terkait tindak lanjut dan peningkatan status perjanjian bantuan hukum timbal balik yang sudah diratifikasi. Menurut Yasonna, hasil pertemuan tersebut akan dilaporkan pada tingkat KTT ASEAN di Bangkok pada 20-23 Juni 2019.
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kemenkumham, Cahyo Rahadian Muzhar menambahkan, pertemuan ini tindak lanjut dari ASEAN Senior Law Officials Meeting (ASLOM) ke-18 dan pertemuan ASEAN Law Ministers Meeting (ALAWMM) ke-10 di Vientiane, Laos pada Oktober 2018 lalu.
Kemenkumham
Pada pertemuan di Laos, terdapat beberapa kesepakatan seperti meningkatkan perjanjian dan mengubah nama pertemuan AG MLAT menjadi ASEAN Ministers/Attorney General Meeting of The Central Authorities on Mutual Legal Assistance Meeting in Criminal Matters serta SOMMLAT menjadi Senior Officials of The Central Authorities Meeting on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters.
Cahyo berharap, Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya berkomitmen dalam pembahasan tindak lanjut dalam peningkatan status perjanjian MLA di antara negara-negara ASEAN. “Perjanjian bantuan hukum timbal balik harus memiliki efektivitas baru dalam kerja sama peradilan dan menyediakan fasilitas serta prosedurnya sebagai cara untuk mengatasi tantangan yang timbul dari berbagai perbedaan sistem hukum,” katanya.
Baca Juga : Sumartini dan Warnah Terbebas Dari Hukuman Mati di Saudi