BOGOR,(PR).- Pemerintah Kota Bogor berambisi mendapatkan predikat kota layak kategori nindya atau layak anak pada 2019. Namun, masih banyak kendala yang dihadapi Pemkot Bogor untuk mewujudkan hal tersebut yakni banyaknya kasus kekerasan terhadap anak dan masih banyaknya anak jalanan di Kota Bogor.
Kepala Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak Kota Bogor, Artiyana Yanar Anggraini, mengatakan, perlu ada sinergitas semua pihak supaya Kota Bogor memenuhi lima klaster syarat layak anak. Salah satu upaya yang dilakukan Pemkot Bogor untuk memenuhi itu adalah membentuk gugus tugas kota layak anak dari tingkat kelurahan.
“Tugas gugus tugas layak anak ini melakukan pembinaan di tingkat kelurahan hingga kota. Jadi, bagaimana kita meningkatkan sinergitas masyarakat, baik itu perorangan maupun lembaga. Kami ingin semua bisa mendorong terwujudnya kota layak anak. Tidak hanya pemerintah saja,” ujar Artiyana, setelah memimpin rapat koordinasi Gugus Tugas Kota Layak Anak di ruang rapat DPMPPA Kota Bogor, Senin, 25 Maret 2019.
Untuk menuju kota layak anak, kata dia, Kota Bogor harus mencapai lima indikator klaster yang menjadi syarat kota layak anak. Klaster pertama yakni terjaminnya hak sipil dan kebebasan anak. Hak sipil adalah hak mendapatkan identitas, sementara hak kebebasan yakni anak dilibatkan dalam forum untuk mengemukakan pendapatnya.
Klaster ke dua adalah jaminan lingkungan keluarga dan pengasuhan yang baik. Sementara, ke tiga adalah terlaksananya pendidikan wajib belajar 12 tahun dan ke empat adalah jaminan kesehatan. Untuk jaminan kesehatan, saat ini Kota Bogor sudah memiliki delapan puskesmas ramah anak.
Klaster ke lima, perlindungan khusus untuk anak. Perlindungan tersebut dikatakannya sudah tertuang dalam Perda layak anak.
“Kota layak anak tahapannya ada lima, urutannya pratama, madya, nindya, utama, baru menjadi kota layak anak. Kita baru menuju kota layak anak dengan predikat madya. Nah, lima klaster itu harus disempurnakan, (misalnya) penanganan kasus kekerasan harus cepat, ada kepastian hukum,” ujar Artiyana.
Kota Bogor perlu fokus ke anak jalanan
Sementara itu, Kepala Divisi Gender dan Anak pada Pusat Kajian Gender dan Anak Institut Pertanian Bogor, Ikeu Tanziha, mengatakan, selain kekerasan terhadap anak, keberadaan anak jalanan menjadi kendala mewujudkan predikat kota layak anak.
“Saat ini masih banyak yang belum paham hak dan kewajiban anak, jadi program pemerintah belum menyesuaikan hak anak. Fakta menunjukkan, pemenuhan hak anak belum sepenuhnya terpenuhi, hal itu bisa dilihat dari banyaknya anak jalanan dan anak pekerja,” ujar Ikeu.
Menurut Ikeu, untuk mewujudkan predikat kota layak anak, Kota Bogor perlu fokus memberikan perhatian kepada anak jalanan. Saat ini, baru sebagian anak jalanan di Kota Bogor yang sudah mendapatkan pelayanan melalui rumah singgah.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota Bogor, Dudih Syiaruddin, mengatakan, keberadaan anak jalanan tidak hanya menjadi masalah di Kota Bogor, namun juga di daerah lain. Oleh karena itu, perlu ada upaya bersama untuk mengatasinya agar haknya dapat terpenuhi.
“Kerja sama antar kelembagaan di Kota Bogor saya rasa sudah cukup intens, koordinasi sudah dilakukan untuk membuat tindakan yang konkret. Sesuai pasal 28 (UUD 195), negara memang harus menjamin hak anak. Saya berharap Pemkot Bogor juga bisa semaksimal mungkin memenuhi hak anak, kalau keluarga mereka enggak mampu memenuhi tugasnya,” kata Dudih.
Baca Juga : Tidak Hanya Pelaku, Admin Group Juga Bisa Dijerat Hukum