INDOPOS.CO.ID – Selama mendekam selama dua tahun 23 hari di penjara Negeri Jiran, akhirnya Siti Aisyah, terpidana kasus pembunuhan Kim Jong-nam, kakak tiri Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un bisa menghirup udara bebas dan pulang ke tanah air serta bertemu dengan keluarga, termasuk ayahnya, Asria dan ibunya, Benah, Senin (11/3/2019).
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Dato’ Azmi Bin Ariffin di Mahkamah Tinggi Shah Alam Selangor Darul Ehsan, Malaysia, kemarin memutuskan membebaskan terdakwa asal Indonesia, Siti Aisyah. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhamad Iskandar Bin Ahmad menarik dakwaan terhadap Siti Aisyah, yang kasusnya mulai disidangkan sejak 1 Maret 2017 tersebut.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menjelaskan, kronologi pembebasan Siti Aisyah. Perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi), Jaksa Agung H.M. Prasetyo, dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, semua pejabat diperintahkan untuk berkoordinasi dengan pihak Malaysia untuk mencari cara membebaskan Siti Aisyah. “Dan ini sudah berkomunikasi baik dengan pemerintahan sebelumnya di bawah pimpinan PM Najib (Razak, Red) maupun dengan Tun Mahathir (Mohamad, Red). Jadi ini adalah suatu proses panjang yang dilakukan dalam rangka membantu Aisyah dan memastikan kehadiran negara sesuai dengan Nawacita,” ucapnya saat konferensi pers bersama Siti Aisyah di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, kemarin.
Yasonna menambahkan, Kementerian Hukum dan HAM juga telah menyurati Jaksa Agung Malaysia soal pembebasan Siti Aisyah tersebut. “Setelah diadakan perundingan, pendekatan yang baik, maka beberapa waktu yang lalu kami menyurati Jaksa Agung (Malaysia, Red). Bahkan Jaksa Agung kita pernah menyampaikan dan semuanya ikut berperan dalam surat kami. Kami minta kepada Jaksa Agung Malaysia untuk membebaskan beliau,” tuturnya.
Adapun, kata dia, terdapat tiga alasan pihaknya meminta kepada Jaksa Agung Malaysia untuk membebaskan Aisyah. “Pertama, terdakwa Siti Aisyah meyakini apa yang dilakukannya semata-mata bertujuan untuk kepentingan acara ‘reality show’, sehingga dia tidak pernah memiliki niat untuk membunuh Kim Jong-nam,” ungkap Yasonna.
Kedua, lanjut dia, Aisyah telah dikelabui dan tidak menyadari sama sekali bahwa dia sedang diperalat oleh pihak intelijen Korut. “Ketiga, Aisyah sama sekali tidak mendapatkan keuntungan dari apa yang dilakukannya,” kata dia.
Yasonna menegaskan bahwa pembebasan Siti Aisyah sudah sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku di Malaysia. “Ini kan sudah melalui persidangan dan itu dimungkinkan dalam Pasal 254 hukum acara pidana Malaysia. Itu di mungkinkan dalam hukum acara pidana Malaysia. Jaksa mencabut (tuntutan Aisyah, Red),” katanya.
“Kita juga pernah ada kejadian, tetapi bukan kejadian pembunuhan ada beberapa kasus tidak usah saya sebut yang jaksa mendeponir, ada yang mencabut dakwaan dan lain-lain. Itu adalah hukum masing-masing negara yang kita hargai,” ujar Yasonna.
Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM Cahyo Rahadian Muhzar juga menegaskan bahwa dimungkinkan berdasarkan hukum acara pidana di Malaysia, pengadilan mengabulkan permohonan dari JPU. “Tadi kan jaksa mencabut dakwaan tuntutan, itu kewenangan dari jaksa, Tentunya berdasarkan permohonan tersebut mempertimbangkan karena memang dimungkinkan berdasarkan hukum acara pidana di Malaysia maka pengadilan mengabulkan permohonan dari Jaksa Penuntut Umum Malaysia,” ucapnya.
Terkait permintaan Menkum dan HAM Yasonna kepada Jaksa Agung Malaysia untuk membebaskan Aisyah, Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar mengatakan, proses hukum dimanapun tidak boleh diintervensi siapapun. ”Ini sepenuhnya merupakan proses hukum. Kekuasaan kehakiman itu kekuasaan yang mandiri alias independen. Jadi bukan karena pemerintah, tetapi karena proses hukum di Malaysia yang memutuskan kurangnya bukti dan alat bukti yang membuktikan keterlibatan Siti Aisyah dalam pembunuhan tersebut,” katanya kepada INDOPOS di Jakarta, Senin (11/3/2019).
Selain itu, Fickar juga menyampaikan, pemerintah harus memberikan perhatian serius dan perlindungan kepada WNI yang bekerja maupun yang tinggal di luar negeri. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah harus memperbaiki diri dan memperkuat regulasi yang terkait dengan perlindungan untuk warga negara Indonesia di luar negeri. ”Ya dimaksimalkan peran BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) yang memang dibentuk untuk melindungi para TKI di luar negeri,” tandasnya.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Arrmanantha Nasih mengatakan, bahwa kondisi Siti Aisyah dalam keadaan baik. “Situasi fisik Siti Aisyah dalam keadaan baik. Laporan yang kami terima Aisyah dalam psikologi yang cukup bersyukur bahwa JPU menghentikan tuntutan kepada dia,” ujar Tata, sapannya.
Tata menambabkan, kebebasan Aisyah dari tuntutan tersebut merupakan buah tangan dari kerja keras Pemerintah Indonesia. Jika sebelumnya dia dituntut hukuman mati setelah diduga berkomplot dengan warna negara Vietnam, Doan Thi Huong untuk membunuh Kim Jong Nam. “Bebasnya Aisyah ini adalah suatu proses panjang dari upaya negara kita untuk membebaskan dia dari hukuman mati. Sebab sejak Siti Aisyah ditangksa, presiden meminta dilakukannya koordinasi erat antara Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Kapolri, Jaksa Agung dan Kepala BIN,” terangnya.
Baca Juga : Kuasa Hukum Tak Pastikan Ada Tidaknya Peran Pejabat Lebih Tinggi Terkait Hibah ke KONI