SINGAPARNA, (PR).- Keluarga Hilda Fauziah (18) dan calon mempelai pria membantah adanya perjodohan yang dilakukan mereka sehingga Hilda kabur dari rumah. Menikahkan anak pada usia dini pun merupakan tradisi di kampung Hilda di Cijambu, Desa Cikawung, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya.
Hal tersebut diungkapkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPID) Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto seusai mendatangi kediaman orang tua Hilda, Minggu 24 Februari 2019 sore. Ato menuturkan, dalam tradisi masyarakat Cijambu, saat anak lulus sekolah dasar dengan usia sekitar 13 tahun sudah bisa dinikahkan.
“Ketika ada pihak laki-laki datang (melamar) maka segera ditentukan tanggal nikah,” kata Ato dalam sambungan telefonnya. Awalnya, keluarga Hilda kedatangan keluarga Sodik yang ingin meminang Hilda untuk anaknya, Uyep.
Ibunda Hilda, Ai Jajilah pun menanyakan kesediaan Hilda atas lamaran itu. “Mangga ngiringan kumaha mamah,” ucap Ato menirukan keterangan keluarga Hilda. Sang anak lalu dianggap menerima lamaran tersebut. Lalu kedua keluarga membuat dan menyepakati tanggal pernikahan Hilda dan Uyep pada 17 November 2018. Hilda saat itu baru lulus sekolah Aliyah.
Sedangkan Uyep merupakan pemuda dengan umur sekitar 24 tahun. Tradisi lain Cijambu adalah pernikahan dilakukan oleh warga sesama satu kampung. Rencana itu terus berjalan hingga Hildameninggalkan kediamannya pada 4 November 2018.
“Keluarga sudah melakukan upaya pencarian, (termasuk) melapor ke Polsek,” ujar Ato. Akan tetapi, upaya tersebut tak membuahkan hasil.
Keluarga sang dara tak menampik putrinya mulai keberatan dengan rencana pernikahan itu lantaran berkeinginan kuliah. Karena menanggung malu dan telah menyebar 1.000 undangan, keluarga Uyep tetap meneruskan pernikahan anaknya dengan mengganti mempelai perempuan.
“Maka hari itu pernikahan sudah dilaksanakan tetapi (mempelai perempuan) bukan dari Hilda,” tutur Ato. Ia menilai kejadian tersebut merupakan pekerjaan rumah KPAID dan para pemangku kebijakan Kabupaten Tasikmalaya terkait persoala pernikahan usia dini. “Dengan tidak mengurangi (penghormatan terhadap) adat, edukasi harus ditingkatkan,” ujarnya.
Keberadaan Hilda dilacak hingga Garut
Hilang sejak tiga bulan lalu, Kepolisian Resort Tasikmalaya pun menyisir Kabupaten Garut lantaran informasi keberadaannya di sana.
Hilda diketahui menghilang sejak November 2018. Ia raib sepekan sebelum menikah. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tasikmalaya Ajun Komisaris Polisi (AKP) Pribadi menuturkan,hilangnya Hilda diduga terkait perjodohan yang dilakukan orang tuanya. Dara itu ditengarai kabur karena tak ingin menikah dengan calon pilihan orang tuanya.
Pribadi mengatakan, Korps Bhayangkara Kabupaten Tasikmalaya terus melacak keberadaan Hilda. Pencarian bahkan dilakukan hingga ke Garut. “Sekarang ini dapat informasi dari masyarakat, kita ke Garut,” ujarnya saat dihubungi, Minggu 24 Februari 2019.
Ia berharap Hilda segera ditemukan. “Kasihan orang tuanya menunggu,” ujar Pribadi. Ia menuturkan, Hilda memiliki ciri-ciri berupa menggunakan jilbab, berkulit putih dengan ketinggian 160 centimeter. Selain bisa memberi informasi kepada petugas kepolisian, warga yang melihat keberadaan Hilda bisa menghubungi kontak telefon orang tua Hildadi 085281749718 dan 085218579355.
Hal senada dikemukakan Kapolres Tasikmalaya Ajun Komisaris Besar Polisi Dony Eka Putra. Ia mengaku mendapat informasi keberadaan Hildadi Jalan Otto Iskandardinata, Garut.
“Anggota sudah kita luncurkan di bawah pimpinan Kasatreskrim untuk melakukan pencarian, dibantu Polres Garut,” ucap Dony dalam pesan WhatsApp, Minggu siang. Namun hingga kini keberadaannya belum ditemukan. “Ciri dan foto-foto yang bersangkutan, sudah kita sebarkan ke Polres-Polres, bahkan Polda-Polda lain,” ujarnya. Dony berharap, warga yang mengetahui bisa melaporkannya ke petugas kepolisian.
“Sekecil apapun informasi yang diberikan akan kita tindak lanjuti,” ucapnya. Tak hanya kepolisian, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Kabupaten Tasikmalaya turut turun tangan. Ketua KPAI KabupatenTasikmalaya Ato Rinanto mendatangi rumah orang tua Hilda di Pancatengah pada Minggu siang. “Ini respon tentang berita (Hilda) yang viral ke masyarakat,” ujar Ato tentang maksud kedatangannya.
KPAI, lanjutnya, melakukan investigasi terkait kasus tersebut. “Kemudian cek juga ke keluarga,” ucapnya. Upaya tersebut dilakukan lantaran informasi yang beredar simpang siur. Ato belum bisa banyak memberikan keterangan lebih lanjut. Ia mengaku baru tiba di rumah orang tua Hilda yang cukup terpencil di selatan Tasikmalaya. Jarak rumah Hilda yang jauh ke pusat Kabupaten Tasikmalaya di Singaparna membuat KPAI memilih mendatanginya. “Kami berinisiatif menemui keluarga untuk mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi,” ujarnya.
Pernikahan usia anak di Indonesia
Persoalan pernikahan anak memang kerap menjadi buah bibir di Tanah Air. Bahkan sejumlah peneliti dan pegiat hak anak dan perempuan membentuk Koalisi 18+ di Jakarta menyoroti persoalan tersebut beberapa waktu lalu. Mereka mendorong pemerintah melakukan perubahan kebijakan guna mencegah perkawinan anak. Dalam catatan pegiat, sudah terjadi tiga kasus perkawinan anak yang viral di media sosial.
Pada April 2018, pasangan anak yang masih berstatus siswa SMP mendaftarkan permohonan pengajuan dispensasi perkawinan kke Pengadilan Agama Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Selanjunya pada Juli 2018, anak berumur 13 tahun dan 14 tahun melangsungkan pernikahan di Provinsi Kalimantan Selatan. Lalu upaya dilakukan perkawinan terjadi pada perempuan usia 12 tahun dan pria 21 tahun di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan pada Mei 2018.
Dari data Unicef per-20017, Indonesia menduduki peringkat ke-7 angka perkawinan anak terbanyak di dunia dan posisi ke-2 di ASEAN berdasarkan data council of foreign Relation. Pegiat menilai hukum di Indonesia memberikan ruang besar terjadinya perkawinan anak.
Di satu sisi, Indonesia telah meratifikasi konvensi Hak Anak dengan Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990 dan telah mengesahkan UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Sisi lain, Indonesia masih memiliki hukum buatan 1974 (UU) Perkawinan yang melegalkan setiap anak di Indonesia melakukan perkawinan.
Baca Juga : Suami Pelaku Pembunuhan Istri Hamil Di Bengkulu Bisa Dipidana Mati