JOMBANG, jawapos.com – Menempati posisi sebagai jaksa agung di era orde baru, Singgih memang dikenal sebagai pejabat yang tak neko-neko. Keberaniannya dalam mengungkap kasus-kasus besar hingga keteguhannya pada pendirian sangat menginspirasi.
Beberapa contoh ketegasan ditunjukkannya dalam sebuah wawancara dengan media nasional di Hari Adhiyaksa ke-35 tahun 1996. Dikutip dari buku Tokoh Jombang, Singgih kala itu menekankan upaya pembersihan praktik kolusi dan korupsi harus benar-benar bisa dihapus di era itu.
Terlebih di dua tahun sisa orde baru itu, korps kejaksaan tengah disorot keras perihal kinerjanya yang dinilai cukup bobrok lantaran praktik kolusi dan korupsi yang merebak di dalam institusi penegah hukum ini.
“Ya, sudah waktunya lah para penegak hukum harus berhenti. Artinya, kalau mau terus ya ‘pulang’saja,” terangnya kepada wartawan kala itu.
Ia menambahkan, penekanan itu tidak semata-mata disebabkan karena masyarakat kala itu begitu menyorot hal tersebut, tetapi lebih pada penyadaran agar para penegak hukum mampu membersihkan diri dari perbuatan yang “mempersulit” praktik penegakan hukum itu sendiri.
“Pokoknya, kita meningkatkan pengawasan terus. Dalam kaitan ini saya bertindak tegas terhadap kegiatan-kegiatan yang menjelekkan citra kejaksaan. Saya tekankan bahwa kalian tidak hanya bertanggung jawab kepada pimpinan tetapi juga kepada Tuhan,” kata singgih.
Hal ini pun diakui Wiyono, keponakannya yang ditemui Jawa Pos Radar Jombang. Soal pekerjaan, Singgih memang disebutnya orang yang sangat punya dedikasi. Ia mengaku seringkali melihat sendiri bagaimana ucapan Singgih itu bukan bualan belaka.
“Waktu itu ada saudara, saudara dekat dan jadi jaksa juga, dia minta untuk bisa ditempatkan langsung di Jawa tanpa harus ke luar Jawa seperti biasanya. Sebagai Jaksa Agung saat itu, harusnya hal ini mudah, tapi langsung ditolak Pak Singgih,” terangnya.
Hal itu disebutnya sebagai bentuk nyata bagaimana Singgih benar-benar berkomitmen dan punya pendirian untuk jabatannya meski untuk kepentingan keluarga. “Bagi beliau, kalaupun keluarganya bermasalah, beliau tidak akan segan menindak secara hukum. Semua orang bagi beliau sama di mata hukum, tidak ada lagi keluarga,” lanjutnya.
Dikutip pula dari situs resmi Kejaksaan Agung RI (kejaksaanagung.go.id) dalam kepemimpinannya, setidaknya ada tiga kasus besar yang diungkapnya. Antara lain terbongkarnya kasus kredit Bapindo kepada Golden Key Grup pimpinan Eddy Tansil, peristiwa 27 Juli 1996 di kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia hingga terbongkarnya kasus korupsi pada Bank Duta dengan terdakwa Dicky Iskandardinata.
Dalam situs itu, disebut juga jika Singgih, adalah satu-satunya Jaksa Agung di era Soeharto yang benar-benar lahir dari bawah alias jaksa karier. Sepanjang pemerintahan Orde baru, Kejaksaan Agung memang seringkali dipimpin kalangan militer. Termasuk Jaksa Agung Sukarton Marmosudjono yang berasal dari ABRI, TNI Angkatan Laut kala itu.
Baca Juga : Yasonna Puji Ditjen Imigrasi Soal Pengawasan WNA dengan QR Code