Medanbisnisdaily.c-Medan. Salah satu yang mengganjal RUU Masyarakat Adat (MA) tidak masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI masa persidangan III 2018-2019, dikarenakan sejumlah kementeriaan belum mengajukan Daftar Inventarisir Masalah (DIM).
Salah satunya oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Demikian dikatakan pegiat masyarakat adat dari Forum Pemuda Toba (FPT), Sahat Gurning.
“Dari informasi yang saya terima, bahwa KLHK tidak mengajukan DIM sehingga RUU Masyarakat Adat tidak bisa disidangkan,” kata Sahat.
Dijelaskan Sahat, pihak KLHK lebih mengutamakan kepentingan perusahaan perkebunan, perhutanan industri dan pertambangan ketimbang hak-hak masyarakat adat atas hutan dan ulayat masyarakat adat yang telah lama konflik. Misalnya seperti masyarakat adat Bius Motung, Ajibata, Tobasa, Sumatra Utara, yang ulayat bersama mereka dilepaskan ke BODT oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tanpa ada ganti rugi atau pelepasan itu secara sepihak.
“Pada Desember tahun lalu, Bius Motung sudah mengirimkan Surat Kepada Menteri LHK Ibu Siti Nurbaya Bakar, sampai hari ini belum ada balasan surat tersebut. Pihak KLHK harus jujur kepada masyarakat adat, jangan bermain mata kepada kepentingan lain. Atau jangan-jangan KLHK sudah masuk angin,” ragu Sahat.
Sebelumnya, Roganda Simanjuntak dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak menyebut pengakuan hak masyarakat adat adalah bagian dari Nawacita Presiden Jokowi. Sayangnya program ini belum sepenuhnya dipenuhi.
Seperti diberitakan Baleg DPR RI memprioritaskan 5 RUU untuk segera dijadikan Undang-undang di masa persidangan III 2018-2019. Kelima RUU tersebut adalah RUU tentang Perkelapasawitan, RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, RUU tentang Kebidanan dan RUU tentang Ekonomi Kreatif.
Baca Juga : Aher Penuhi Panggilan KPK Jadi Saksi Suap Meikarta