Jakarta,neraca.co.id – Ahli hukum perbankan dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Yunus Husein, mengatakan bahwa Undang Undang (UU) 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sesungguhnya adalah suatu sistem atau pendekatan dalam rangka mencegah dan memberantas kejahatan TPPU.
“Ini adalah suatu sistem, suatu rezim, suatu pendekatan dalam rangka mencegah dan memberantas kejahatan dengan cara memprioritaskan mengejar hasilnya, bukan prioritas pelakunya,” ujar Husein di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa (11/12).
Kemudian Husein juga mengatakan hal tersebut ketika memberikan keterangan selaku ahli yang dihadirkan oleh pihak pemohon dalam uji materi UU TPPU di MK.”Jadi kalau memang ada hasil kejahatan walaupun ancaman hukumannya satu tahun misalnya, tetap ada proses kriminal sehingga undang-undang ini bisa diterapkan,” tambah Husein.
Husein pun menjelaskan dalam proses kriminal yang dimaksud, ada hasil dari tindak pidana yang bisa disembunyikan atau disamarkan yang kemudian dapat disebut sebagai pidana pencucian uang.
Mengenai batasan ancaman pidana minimal empat tahun supaya UU TPPU dapat diterapkan, Husein menjelaskan bahwa ketentuan tersebut merujuk UNTOC (United Nations Convention on Transnational Organized Crime).”Pada undang undang yang asli yaitu UU 15/2002, dulu dicantumkan cuci uang itu kalau jumlahnya Rp500 juta, namun ini ditentang banyak negara,” jelas Husein.
“Lalu ketika UU 15/2002 diubah menjadi UU 25/2003, jumlah tersebut dihilangkan kemudian diterapkan ukuran lain sebagai alternatif, yaitu empat tahun sebagai salah satu batasan yang sudah ditentukan oleh UNTOC,” tambah Husein.
Kemudian Husein mengatakan batasan terhadap ancaman pidana empat tahun atau lebih dalam UU TPPU tidak lagi relevan dalam konteks penerapan UU TPPU.”Batasan pidana empat tahun di dalam konteks penerapan UU TPPU sudah tidak terlalu relevan, karena yang terpenting adalah hasil kejahatan itu sendiri,” kata Husein.
“Jadi kalau misalya ancaman hukumannya satu tahun tetapi hasilnya banyak hingga miliar rupiah atau bahkan triliun, itu tentu bisa melahirkan cuci uang sehingga bisa dikejar dengan UU TPPU,” tambah Husein.
Husein mengatakan meskipun hukuman pidana dijatuhkan lebih dari empat tahun, bila pidana tersebut tidak mencakup sejumlah nilai uang tertentu maka tidak mungkin menggunakan UU TPPU untuk menjerat.”Misalnya pembunuhan karena balas dendam, kalau orang membunuh karena balas dendam tidak mungkin ada cuci uang karena hanya pembunuhan saja tidak ada proses kriminal yang disembunyikan si pelaku,” kata Husein.
Perkara yang teregistrasi dengan nomor perkara 74/PUUXVI/2018 ini diajukan oleh Lembaga Anti Pencucian Uang Indonesia (LAPI) yang diwakili oleh Agus Triyono sebagai Ketua, Yayasan Auriga Nusantara yang diwakili oleh Timer Manurung sebagai Ketua, serta tenaga pengajar, yaitu Charles Simabura, Oce Madril, dan Abdul Ficar Hadjar.
Para pemohon merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya Pasal 2 ayat (1) huruf z dan penjelasan Pasal 74 UU 8/2010 (UU TPPU). Pemohon menilai, ketentuan tersebut telah menimbulkan ketidaktertiban dan ketidakpastian hukum karena memberikan batasan terhadap tindak pidana yang ancaman pidananya empat tahun atau lebih. Padahal terdapat pula tindak pidana asal lain yang diancam di bawah empat tahun.
Baca Juga : Waspadai investasi bodong dengan melihat ciri-cirinya