INDOPOS.CO.ID – Dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Iswahyu Widodo dan Irwan yang diciduk oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah ditetapkan tersangka. Keduanya bahkan telah dihentikan sementara oleh Mahkamah Agung (MA).
Juru Bicara MA Suhadi menyampaikan bahwa surat keputusan (SK) pemberhentian kedua hakim itu sudah ditandatangani oleh ketua MA M. Hatta Ali. Iswahyu Widodo diberhentikan lewat SK Nomor 254/KMA/SK/XI/2018. Sedangkan Irwan diberhentikan melalui SK Nomor 253/KMA/SK/XI/2018. ”Dengan status pemberhentian sementara,” ujar Suhadi di Gedung MA, Jakarta, Kamis (29/11).
Pria yang juga mejabat sebagai ketua Kamar Pidana MA itu menjelaskan, pemberhentian secara permanen dilakukan setelah ada putusan berkekuatan hukum tetap yang dijatuhkan pengadilan kepada kedua hakim itu. Serupa dengan Iswahyu dan Irwan, M. Ramadhan yang tidak lain adalah panitera pengganti di PN Jakarta Timur (Jaktim) juga diberhentikan sementara. SK pemberhentian Ramadhan juga sudah keluar kemarin.
Selanjutnya, sambung Suhadi, evaluasi bakal dilakukan oleh MA, termasuk terhadap Ketua PN Jaksel dan Ketua PN Jaktim. Badan Pengawas (Bawas) MA akan turun tangan untuk memastikan kedua pimpinan lembaga peradilan itu sudah menjalankan tugas pembinaan dan pengawasan atau tidak. ”Apakah pernah rapat pembinaan. Apakah ada absensinya. Apakah ada notulennya,” ucap dia.
Apabila semua tugas tersebut sudah dilaksanakan, keduanya tidak akan mendapat sanksi dari MA. Sebaliknya, jika terbukti lalai melaksanakan tugas itu, mereka akan kena sanksi. ”Seperti di Bengkulu dicopot dari jabatannya,” ungkap Suhadi.
Semua itu dilaksanakan sesuai dengan Peraturan MA (Perma) Nomor 8/2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan MA dan Badan Peradilan di Bawahnya.
Terkait sidang perkara perdata yang menjadi objek suap dua hakim PN Jaksel yang menjadi tersangka terancam diulang dari awal. Diketahui Iswahyu Widodo dan Irwan sedang menangani perkara Nomor 262/Pid.G/2018/PN Jaksel dengan penggugat Isrulah Achmad dan tergugat Williem J.V. Dongen, yang menggugat PT Asia Pacific Mining Resources (APMR) dan Thomas Azali.
Pemberian suap dimaksudkan supaya majelis Hakim membatalkan perjanjian akuisisi PT Citra Lampia Mandiri (CLM) oleh PT APMR di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kepala Sidang perkara Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah menyebut Iswahyu Widodo yang menyidangkan perkara bernomor 262/Pdt.G/2018 PN Jaksel sudah pasti diganti dengan hakim lain. Sebab, keduanya bukan hanya berstatus tersangka di KPK, tapi juga diberhentikan dari jabatannya.
”Harus diganti, karena kalau tidak diganti nanti tidak ada yang menyidangkan,” terang Abdullah. Abdullah menyebut, proses mengganti majelis hakim seharusnya berlangsung cepat. Namun, semua bergantung keputusan ketua pengadilan. Dia juga menjelaskan, kemungkinan proses sidang diulang dari awal bisa terjadi apabila seluruh majelis hakim diganti.
Jika hakim tersebut menjadi ketua majelis, bisa saja perkara hanya di-review. Tidak perlu diulang dari awal. Namun lain hal jika hakim tersebut juga diganti. ”Menurut aturan, kalau yang diganti itu ketua majelisnya dan dua anggotanya kemudian ganti orang baru sama sekali, itu bisa diulang. Tetapi, kalau nanti (hakim, Red) yang tersisa ini jadi ketua majelis tidak (perlu diulang dari awal, Red),” terangnya.
Terpisah, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M. Isnur prihatin atas terbongkarnya praktik suap yang menyeret hakim, panitera pengganti dan advokat tersebut. Khusus advokat, Isnur berharap organisasi yang membawahi profesi tersebut untuk berbenah. ”Sebagai advokat, saya malu sekali,” ujar Isnur, kemarin.
Apalagi, Arif Fitrawan, advokat yang ditangkap bersama hakim dan panitera pengganti itu tergolong pengacara muda. Usianya sekitar 28 tahun. Arif bernaung di bawah Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sejak 2017 lalu. ”Ini tamparan buat organisasi advokat. Sebagai badan yang melahirkan anggota-anggota, mereka (organisasi advokat, Red) harus bertanggung jawab,” kritik Isnur.
Selain dua orang hakim, satu panitera dan advokat, KPK juga menetapkan seseorang dari pihak swasta, yakni Marthin P. Silitonga menjadi tersangka kasus suap. Diketahui Marthin tengah menjalani penahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan atas dugaan pelanggaran hukum pidana.
Adapun pihak pemberi Arif Fitriawan dan Marthin disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a dan atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dari tangan tersangka, KPK telah menyita uang sekitar Rp 650 juta.
Pengawasan Menyeluruh
Kasus terhadap penegak hukum yang melakukan pelanggaran hukum tidak kali ini saja terjadi. Sebelumnya, ada beberapa perkara yang menjadi perhatian MA. ”Sudah dilakukan terus menerus evaluasi apa yang terjadi di MA. Sebelumnya di Medan dan Bengkulu, MA menyadari perlu dibuat regulasi. Kemudian lahirlah peraturan Mahkamah Agung, eh masih juga. Dikeluarkan maklumat, secara tegas kita enggak ada toleransi. Akan diberikan tindakan tegas,” tegas Suhadi.
Badan Pengawasan Mahkamah Agung, juga akan melakukan pengawasan menyeluruh terhadap lingkungan pengadilan hukum di Indonesia. Agar tetap melaksanakan fungsinya tugas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Baca Juga : PPATK: Ada 15.458 Laporan Transaksi Mencurigakan di Banten